Pupus Puspa

Prok prok prok. Jejak langkah kaki  membekas di jalanan. Pekatnya langit belum memberikan isyarat datangnya surya pemberi penghidupan dan ketentraman. Jam dinding tepat menunjukkan pukul 3 pagi. Dengan cengkeraman tongkat di tangannnya, lelaki paruh baya menapak menyusuri jalanan berlubang. Jejak langkahnya yang terdengar di setiap sudut asrama. Brukk. Bunyi nyaring hempasan tongkatnya jatuh ke tanah.

‘’Tangi o le… wayahe solat dudu ngiler wae, kapan ora tangi? Titenono!’’

Tarji, Waluyo, dan Santoso membuka mata dengan kaget. Napasnya terengah-engah.  Meskipun cuaca pagi ini cukup dingin karena hujan semalam, bajunya basah oleh keringat.Pikirnya hanyalah bunga tidur belaka. Nyatanya, kyai sungguh membangunkannnya dari alam bawah sadar.

Berlari terbirit-birit mengingat ucapannya akan sanksi yang akan diterimannya. Diputarlah keran wudhu. Perlahan tetesnya membasahi tubuh, menusuk sendi-sendi tulang . Celetukan gigi mulai terdengar. Huft, apalah daya. Perlahan melayangkan pandangannya, menepis kantuk yang mulai datang. Bangkit berjalan menuju musala. Menikmati setiap gerakannya,melantunkan doa di setiap sembah sujudnya.

Segalanya berlalu dengan cepat. Diam, membisu, bergeming ketika sebuah kendaraan berhenti di sudut parkiran. Turunlah serombongan orang dengan menggendong tas di sisi kanan dan kirinya dengan maksud berkunjung. Nampak guratan tipis di wajah pemilik rumah pertanda akan bentuk penerimaannya. Senang hati tak terkira. Seorang santri berjalan menuju dapur asrama untuk menyuguhkan hidangan perjamuan. Tercium aroma kopi di setiap sudut ruangan.Tiba saatnya kopi disuguhkan .Tak dapat dipungkiri lagi, diraihnya secangkir kopi hangat, bercakap-cakap ria,sampai terdengar ucapan penuh tanya  dari salah satu tamu.

‘’Apakah betul kopi Lasem ini dijadikan sebagai kekhasan dari kota ini?’’

Sembari meneguk kopi hangat ‘’ memang inilah yang menjadi daya tarik kami karena proses pengolahannya berbeda dengan minuman kopi di tempat lain.’’

Matahari mulai condong ke barat, tanpa kesadaran dari setiap insan kini sudah berada di penghujung waktu. Para tamu berpamitan untuk beranjak pergi , saling berjabat tangan,dan melebarkan senyuman tipis di bibir. Bersamaan dengan perginya tamu rombongan, dari kejauhan nampak lelaki tua , berambut pirang, berkulit putih datang menghampiri kediaman kyai. Dengan langkah yang agak tergopoh-gopoh bak lari dari kejaran pemburu.

‘’Pak kyai…’’ ucapnya sambil terdiam sejenak sambil mengatur pola napasnya.

‘’Kenapa ta? Mblayu-mblayu koyok nggudak maling wae.’’

‘’Ngene lho kyai, aku arep ngandani yen Koh Jin mati. ,Pak yai diaturi mimpin doa sak nyolatine, piye?’’

‘’Hemm, ngono ta, ya wis lah sediluk ngkas maneh aku mrono.’’

‘’Matur nuwun yai.’’

Mendengar kabar itu, secepat kilat kyai memanggil salah satu santri kepercayaannya.

‘’Kang Imam, ngene ya mengko bocah-bocah liyane dikandani yen jamaah asar diliburno, diganti takziah ning omahe Koh Jin. Ileng! Ojo ono sing ora melu.’’

‘’Nggeh, Bah. Sendiko dawuh.’’

Tepat pukul 4 sore, mereka berjalan beriringan menuju kediaman Koh Jin yang dipimpin langsung oleh kyai. Hiruk pikuk masyarakat pecinan terlihat berlalu-lalang di jalan. Saling menegur sapa saat bertatap muka. Keotentikannya masih sangat dijaga meski sudah diakulturasi oleh budaya baru.

Ternyata Koh Seok sudah berdiri di ambang pintu sebuah rumah China yang bertuliskan ukiran huruf China yang kami tak seorang pun dari  kami tau maknanya. Matanya yang terlihat sembab syarat akan penuh makna. Kucuran air mata yang tak hentinya mengalir . Hatinya bagai tersayat pisau tajam atau seperti kepingan kaca yang berserakan di ubin. Sulit nampaknya bagi Koh Seok atas kepergian adik kandungnya. Setiap hari menemani Koh Jin berjualan kue basah buatannya sendiri.

Dengan keyakinan tinggi, kyai berusaha menabahkan hati Koh Seok yang gundah gulana.

‘’Turut berduka cita atas meninggalnya Koh Jin, yang mungkin bayang-bayangnya terngiang di benak anda. Semuanya pasti akan mengalami kematian. Dan tak ada satu pun yang dapat lari darinya.’’

‘’Iya, pak yai. Berat memang namun apa boleh buat kehendak berkata lain. Saya tidak dapat melakukan apa-apa . Toh saya juga bukan Tuhan.’’

Pak yai dan santrinya mulai melaksanakan salat tepat di hadapan jenazah.Kejanggalan mulai terasa ketika sholat dilakukan sebanyak 4 rakaat disertai rukuk dan gerakan lainnya seperti sholat pada umumnya. Seusai salat dilanjutkan dengan secuil doa. Ketika hendak beranjak pergi Koh Seok menaruh sebuah pertanyaan kepada kyai. Ragu mulanya namun untuk menepis pertanyaan dalam benaknya Koh Soek memberanikan diri untuk bertanya.

‘’Maaf sebelumnya,setahu saya salat jenazah itu dilakukan hanya satu rakaat dan hanya ada gerakan berdiri saja. Tapi mengapa tadi berbalik dengan pendapat saya?’’

‘’Oalah, masalah itu. Memang benar apa yang dituturkan Koh Soek. Namun karena si mayat menanggung banyak dosa makanya ada gerakan yang lain.’’

’Hahaha… baru tau saya, Pak Yai.’’

‘’Maklum saja itu hal yang biasa.’’

Menguping pembicaraan keduanya , santri merasa agak heran. Namun, Waluyo bertekad untuk tetap menanyakan hal tersebut setibanya di asrama. Mereka harus kembali berjalan kaki menuju asrama kembali. Karena jaraknya terbilang dekat dengan rumah Koh Jin. Cukup melelahkan memang, namun hembusan angin di senja hari sedikit menghilangkan rasa lelah yang menjalar di sekujur tubuh.

Setibanya di asrama, mereka bergegas untuk mandi. Sepuluh menit setelah itu bunyi azan terdengar sebagai pertanda waktu salat magrib telah tiba. Berjalan dengan alas kaki seadanya menuju musala asrama. Di tengah salatnya Waluyo masih terngiang-ngiang akan kejadian sore tadi membuatnya tak sabar untuk mendapatkan penjelasan dari kyainya. Tekad dan keberaniaannya dikumpulkan . Berjalanlah ia menuju ndalem kyainya. Tersontak pak yai kebingungan. Mengapa Waluyo berada di rumahnya padahal beliau tidak pernah memintanya untuk datang di hadapannya.

‘’Lho, Waluyo kok ning kene? Aku ora rumangsa nyeluk awakmu.’’

‘’Ngeten pak yai, kulo badhe tangklet masalah wau sonten wonten dalem ipun Koh Jin.’’

‘’Oalah..kui ta. Aku wis mbedek bakale podo bingung masalah kui. Ngene lho, yo, mau kuwi dudu salat jenazah tapi salat asar. Kan sakdurunge aku wis ngandani yen sholat asar e ning omahe Koh Jin. Lali opo nglali?’’

‘’Hahaha. Mboten supe pak yai namung pengen ngertos mawon. Ngoten iku pripun hukume yai? Punapa diangsali kaliyan syariat?’’

‘’Ealah, Waluyo yo rakpopo ta kan awak dewe ora ndue maksud nyolati mayit e tapi niate kan salat asar. Toleran kuwi ora masalah ning nggone sekabihane bidang . Penting ing dalem masalah aqidah ora ono jenenge toleran. Cekeli sing kenceng kui yo!’’

‘’Matur nuwun sanget pak yai, kula dados tambah ngelmunipun.’’

Waluyo merasa lega atas jawaban dari pertanyaan yang selama ini menggannggu di benaknya. Dia kembali ke musala asrama dan mengaji bersama teman-temannya.Kini ia belajar banyak hal, menjadikannya pribadi yang tumbuh dewasa  dengan mengingat petuah dari kyainya.

Hari ini cuaca tak seperti biasanya. Matahari tak mau menampakkan wajahnya. Hanya ada gugusan mendung di langit. Waluyo kini menetap di gubuk kecil atas perintah kyai nya untuk menyiarkan dakwah di perkampungan. Dia sudah masyhur di kalangan masyarakatnya. Ajaranya masih sangat berpegang teguh dengan ajaran kyainya.Sewaktu mengajar anak kecil, ada seorang wanita muda datang menghampirinya.

‘’Permisi, boleh saya duduk?’’

‘’Maaf, anda siapa? Saya belum pernah bertemu dengan anda sama sekali.’’

‘’Saya disini sedang ingin mencari informasi dari perkampungan ini saja.’’

‘’Informasi apa?’’

‘’Apakah benar anda adalah seorang santri yang diutus oleh Kyai Mahmud untuk menyiarkan agama islam?’’

‘’Memang. Dari mana anda tau?’’

‘’Sudah menjadi pembicaraan di kalangan banyak orang.’’

Emmm, hanya itu saja?’’

‘’Tidak. Sekaligus ingin memberi tahu bahwasanya Kyai Mahmud telah meninggal seminggu yang lalu.’’

Seperti ada sambaran petir dari langit yang menyayat hatinya. Terpukul mengetahui orang yang terpaku di hatinya kini telah hilang dari bumi ini. Rasa tidak percaya menghantuinya. Tanpa berpikir panjang, Waluyo segera mempercepat langkahnya menuju pemakaman kyainya. Mungkin tidak jauh dari kediamaannya atau dikumpulkan bersama sanak saudaranya yang telah meninggal. Tanah pemakaman yang masih segar, pohon kamboja yang menaunginya dari sengatan sang surya. Tetes air mata mulai membasahi pipinya. Raut penyesalan muncul di wajahnya. Padahal Waluyo telah menyusun rencana bahwa saat idulfitri tiba ia ingin berkunjung dan membawakan makanan kegemaran kyainya. Pupuslah sudah harapannnya kini. Seperti daun jati yang meranggas di musim kemarau.

‘’Kyai, maafkan anaknmu ini yang tak sempat bertegur sapa kepadamu. Tak sedikitpun tau akan berita kematianmu. Semoga Tuhan menempatkan kau di surganya.’’

Berjalan kembali ke perkampungannya dengan sempoyongan. Waluyo merasa kehilangan semangat dalam hidupnya. Hampir saja dia ambruk , namun ingatannya terpana pada petuah kyainya dahulu.

“Opo wae dilakoni kanti ikhlas. Ojo mergo kelangan bojo, mboh guru, anak, ndadekke awak dewe mendeki syiar e agama Islam. Kabeh kui mesti wis ana peritungane saka Sing Nggawe Urip.’’

Semangat mulai tumbuh dalam benaknya kembali untuk meluaskan ajaran kyainya. Tanpa harus berlarut dalam kesedihan yang tiada hentinya. Akhirnya Waluyo menjadi orang yang sukses dan memiliki pesantren sendiri di bawah naungannya. Yang diberi nama Pomdok Pesantren Mahmud. Sebuah nama yang senantiasa terukir di kalbunya sepanjang masa.

TAMAT.

Cerita pendek oleh Diar Ayu Cahyarini

MA AL HIDAYAT LASEM

Pondok Pesantren Kauman Lasem

Featured post

Berhentilah Beramal!

Pagi hari selalu menjadi rutinitas sibuk bagi lelaki paruh baya itu. Sejak subuh dia sudah bangun. Melakukan sholat subuh, lalu pergi berjalan mengelilingi jalan setapak yang sering dia lewati. Mencium bau busuk hingga mengambil barang-barang yang biasa di sebut sampah, adalah pekerjaannya untuk menghidupi seorang anak yang diasuhnya dari pinggir tempat sampah. Menghidupinya, hingga menyekolahkannya.

 “Ayah!” panggil seorang anak lelaki berusia 12 tahun yang sudah menjadikan nya sebagai tulang punggung. Dia tersenyum lembut menatap anak itu.

“Kau akan pergi ke sekolah, Nak?”

Anak itu menganggukkan kepalanya, tidak memakai seragam, membawa sebiji buku tulis bekas, dan pensil sebesar jari tengah yang dibelinya dari tukang rongsok dekat rumah.

 Pagi hingga siang dia habiskan untuk mengelilingi pusat kota, istirahat sejenak, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya. Uang yang didapatkannya pun tak seberapa, cukup untuk makan dan bisa disisihkan untuk amal.

                                                     ***

Kesekian kalinya, sang ayah menerima laporan dari pihak sekolah anaknya. Dia harus menemui kepala sekolah sang anak.

“Maaf, Pak. Sekolah ini sudah tidak menyediakan biaya siswa untuk anak tidak mampu.” 

Apa-apaan ini? Batinnya bingung.

 Dia tak mampu membantah guru itu. Berjalan pergi mencari keberadaan sang anak, yang akan di bawanya pulang bersama.

“Ayah! Kenapa kesini?” tanya anak lelaki yang dicarinya sejak tadi.

“Ayo, Nak, pulang,” ajaknya dengan menggandeng tangan sang anak.

 Mendengar ayahnya berkata dengan lemas, sang anak pun tak ingin bertanya lebih, karena khawatir akan menyakiti hati ayahnya. Mereka berjalan pulang beriringan, hingga suara sang ayahlah yang  memecah keheningan.

“Nak, apa kau lapar?” tanya sang ayah tiba-tiba berhenti mendorong gerobak sampahnya.

 Sang anak hanya diam dengan menatap wajah ayahnya. Terlihat gurat lelah disana.

“Kita beli nasi bungkus di depan sana,” katanya dengan menunjuk warung depan yang tak jauh dari mereka.  

Melihat anaknya makan tidak semangat, sang ayah pun bertanya.

 “Apa makanan mu tidak enak, Nak?”

 Sang anak hanya mampu menggelengkan kepala lemas. Dia paham, bahwa makanan yang dibeli ayah bersamanya tadi, hanya sebungkus nasi dan tempe tepung saja.

                                                 ***

 “Ayah, aku ingin makan seperti teman-temanku. Mereka dibawakan sekotak nasi dengan lauk pauk yang beragam,” kata sang anak akhirnya.

 Sang ayah terkejut mendengar ucapan anaknya. Dengan sabar, dia mengelus kepala sang anak sambil berkata,

 “Nak, temanmu yang membawa nasi dengan beraneka macam lauk itu berapa banyak?”

 Sang anak mencoba berpikir, “Banyak, Yah!”

 Sang ayah lagi-lagi tersenyum lembut melihatnya.

 “Sedangkan yang makan nasi dengan lauk tempe tepung berapa banyak?” tanya sang ayah lagi.

 Sang anak menundukkan kepalanya dalam-dalam.

“Hanya aku, Yah,” jawab sang anak dengan lemas.

 Sang ayah kembali mengelus kepala anaknya dengan berkata, “Berarti kau adalah anak yang istimewa. Sebab semua temanmu makan dengan lauk yang sama, sedangkan kau dengan tempe tepung saja,”  kata ayahnya mencoba menghibur hati sang anak.

                                                 ***

Malam semakin larut, ketika yang terdengar hanyalah suara jangkrik, bukan suara motor yang menderu-deru. Di dalam rumah, sang anak hanya mampu memejamkan mata sambil membolak-balikkan tubuh kurus nya dengan resah. Sepertinya ayah sudah tertidur nyenyak, batinnya. Dia berpikir, kapan dia akan hidup seperti teman-teman nya?, diantar menggunakan sepeda motor, dibekali sekotak nasi dengan lauk yang beragam, mengenakan seragam, memakai tas punggung yang akan terlihat gagah saat dipakai. Ah, itu hanyalah angan-angan sederhana dari seorang anak penyapu jalanan. Saking fokusnya berangan, dia tak sadar jika ayahnya terbangun karna merasakan anaknya yang terus menerus bergerak hingga membuat kasur yang mereka tiduri itu tak nyaman.

“Nak, mengapa kau bangun tengah malam begini?” tanya sang ayah sambil meraba-raba sampingnya karena tak ada listrik di rumah mereka.

“Aku hanya sedang tidak mengantuk, Yah,” jawab sang anak menyahuti pertanyaan ayahnya. Ayah hanya diam saja, apakah ayah sudah tertidur kembali? Batin sang anak bertanya-tanya.

“Kau sedang sibuk berpikir apa,Nak? hingga membuatmu tak bisa tertidur?” kata ayah yang membuat sang anak menoleh ke sumber suara. Dengan sedikit takut, sang anak kembali memberanikan diri bertanya kepada ayahnya.

“Kenapa, Ayah selalu menyisihkan uang untuk beramal? Padahal hidup kita begitu pas-pasan?”

Yang terdengar bukanlah jawaban,  melainkan helaan napas dari sang ayah. Sang anak yang merasa tak enak dengan ayahnya. Dia hanya mampu berkata,

“Maafkan aku, Ayah,” kata sang anak akhirnya. Tidak ada sahutan dari sang ayah. Malam yang mereka lalui kini terasa berbeda dari biasanya.

                                                      ***

Keesokan harinya, sang anak terbangun dari tidurnya. Dia berpikir bahwa ayahnya telah pergi bekerja. Dia berjalan menuju sumur di belakang rumah untuk menyegarkan tubuhnya. Belum sempat keluar dari kamarnya, sang anak terkejut, ternyata ayahnya belum pergi bekerja.

“Nak, kau sudah bangun? Ayah membelikan nasi untuk makanmu pagi ini,” kata sang ayah tersenyum lembut.

Sang anak hanya terdiam, setelah melihat sekilas kearah ayahnya. Melihat respon sang anak, dia hanya tersenyum. Ah, mungkin sang anak masih  terbawa kantuknya.

                                                 ***

“Lihat ini teman-teman, telepon genggamku baru!” kata anak bertubuh gempal yang berdiri di dekat gawang lapangan.

 Cukup banyak anak yang mengerubunginya, hingga dia tak terlihat. Sang anak yang samar-samar mendengar, merasa penasaran akan hal itu. Dia berlari menuju gawang lapangan, dan melihat telepon genggam canggih yang diinginkannya selama ini.

“Wah, bagus sekali! Ayo kita foto di dekat klenteng merah. Disana pasti banyak orang-orang luar yang berfoto juga,” timpal seorang anak bertubuh sedikit kurus dengan senyum bahagianya.

“Iya, sekalian beli kopi lelet  di warung Mbok Ju, aku yang bayar!” balas seorang anak berkaus kuning, dengan mengacungkan uang sepuluh ribu rupiah.

Mendengar tawaran itu, disambut meriah oleh yang lainnya. Sang anak tersenyum, kemudian berkata.

 “Aku ikuuut!”

Mereka terdiam sejenak. salah satu dari mereka maju, kemudian mendorong pundak sang anak.

 “Hei, ikut katamu? Uang saja, kau tak punya. Kau, pikir aku juga akan membayarkan kopimu?”

Mendengar ucapan temannya, sang anak menahan tangis, memang benar dia tak pernah memegang uang saku seperti yang lainnya. Sang anak berlari pulang dan menghiraukan caci maki temannya.

                                                     ***

Malam harinya, sang ayah mengajak anaknya untuk berjalan-jalan mengelilingi Alun-Alun Kota Lasem. Mereka berjalan tanpa  suara. Hingga sang anaklah yang memecahkan keheningan.

“Ayah, berhentilah beramal! Aku ingin hidup seperti teman-teman,” kata sang anak dengan menahan isaknya.

Sang ayah melihat anaknya tak percaya.

“Nak, kau lihat orang yang berjualan kacang rebus itu?” tunjuk sang ayah, kepada nenek-nenek tua berpakaian lusuh yang duduk di pinggir jalan.

 Sang anak melihat sekilas kemudian memberikan anggukkannya.

“Coba kau lihat betul-betul, ada apa disana?” kata sang ayah yang masih menunjuk kearah nenek itu.

“Kacang rebus,” jawab sang anak yang terlihat sangat bingung dengan pertanyaan ayahnya.

Ayahnya tersenyum maklum,

 “Bukan, bukan itu maksud Ayah. Lihat pakaiannya, lebih bagus punya kita. Ayah tidak mengajarkan sombong padamu, tapi alangkah baiknya kita bersyukur. Ternyata di luar sana masih banyak yang membutuhkan bantuan,”  kata sang ayah, yang tak direspon oleh anaknya.

                                                     ***

Suatu malam, sang anak bertanya.

“Yah, aku ingin bekerja seperti orang-orang dewasa lakukan.”

Sang ayah spontan langsung menggeleng, “Tidak! Belum saatnya kau bekerja anakku.”

Tak mengindahkan nasehat ayahnya, sang anak kembali membantah.

           “Tapi kita selalu dalam kesusahan, Yah! Aku ingin seperti teman-temanku lainnya. Punya telepon genggam bagus, punya uang banyak!”

Ayahnya kembali bersabar, “Bersyukurlah, Nak! Allah mengizinkan kita hidup dengan sederhana.”

Sang anak hanya diam mendengar penuturan ayahnya.

                                                      ***

Siang hari yang terik, di pasar yang tak jauh dari rumahnya, sang anak berjalan-jalan. Dia berpikir keras, andai dia bisa hidup seperti teman-temannya. Kemudian, terlintaslah pikiran itu. Dia melihat ada ibu-ibu yang memegang dompet cukup besar. Tanpa menunggu waktu yang cukup lama, dia berlari secepat angin, menembus kerumunan orang yang berlalu lalang di depannya. Sesaat, dia sudah mencekram kuat dompet itu. Dia takut, tapi desakan ekonomi lah yang membuatnya begini. Dia terus berlari hingga dirasa aman. Kemudian berteduh di bawah pohon yang rindang. Dia tidak berani sama sekali membuka dompet itu. Hanya di genggamnya kuat-kuat dengan kedua tangan kecil yang dimiliki. Cukup lama, hingga dia melihat ayahnya mendorong gerobak sampah dengan lelah. Dia berlari menuju arah ayahnya.

“Yah, sudah tidak usah bekerja lagi menjadi tukang sapu jalanan. Jadi perampok saja, biar cepat punya uang banyak! Seperti aku ini,” katanya dengan bangga. Seolah itu adalah kehormatan untuknya.

Mendengar ucapan sang anak, ayahnya sangat marah. Dari mana anaknya belajar hal ini?

“Kau merampok, Nak?!” tanya sang ayah dengan nada sedikit bergetar.

Sang anak menatap mata sang ayah, terlihat sekali mata ayahnya memerah. Dengan ragu sang anak menganggukkan kepalanya. Ayahnya sangat terkejut, sungguh!

“Siapa yang kau rampok?!” tanya ayahnya dengan nada tak seperti biasanya.

Sang anak hanya menggeleng pelan.

 “Kembalikan dompet itu! Ayah sangat marah padamu, Nak!”

Sang anak menangis didepan ayahnya,

“Seandainya Ayah selalu mencukupi kebutuhanku, dan memberiku barang-barang seperti yang dimiliki teman-temanku, aku pasti takkan merampok, Yah!”

Mendengar ucapan anaknya, sang ayah menamparnya.

“Dengarkan ini baik-baik. Diluar sana banyak sekali orang yang hidupnya lebih kekurangan dibanding kita! Bersyukurlah, Nak! Kita bisa makan dengan nasi yang baik. Kita bisa tinggal ditempat yang baik. Ayah beramal untuk apa, kau masih ingin bertanya jawabannya, bukan? Untuk hidup kita di akhirat nanti, Nak!”

 “Sungguh, maafkan aku, Ayah.”

SELESAI.

Cerpen oleh : Nur`aini

MA Al Hidayat Lasem

Featured post

Kebahagiaan Suku Entis

Kebahagiaan Suku Entis

Gemericik hujan yang turun subuh ini membuat suasana di Kota Lasem semakin dingin. Bahkan sedingin es batu. Namun, keadaan itu tidak membuat patah semangat Mbok Parsel dan Mang Dadang untuk mengawali aktivitas rutinnya. Namanya, Mbok Parsel. Penjual sekaligus pembuat kacang entis yang terkenal sabar, ulet, dan semangat. Konon, nama Parsel diambil oleh orang tuanya karena mereka suka membuat parsel untuk acara penikahan. Dan yang satunya adalah Mang Dadang. Suami sekaligus rekan bisnis Mbok Parsel. Dadang itu bukan nama asli. Suripto. Itulah nama aslinya. Setelah menikah dan berbaur dengan masyarakat Lasem, namanya berubah menjadi Mang Dadang karena beliau suka adhang.[1]

Hari ini persediaan minyak goreng Mbok Parsel habis. Aku sedih sekali karena tidak bisa berenang dalam minyak panas di pagi hari.

“He, teman-teman! Hari ini kita tidak bisa berenang pagi dulu,” ucapku

“Mengapa? Bukankah itu adalah olahraga rutin kita setiap hari?” tanya Bagyo, temanku.

“Minyak goreng Mbok Parsel habis dan sekarang beliau masih terlelap. Mungkin terlalu lelah gara-gara kemarin membuat banyak stok untuk lebaran.” jelasku

“Kan, ada Mang Dadang?” tanya Paryem

“Mang Dadang sedang dirumah Ocit. Mereka sibuk memikirkan daerah yang akan dijadikan tempat distribusinya nanti,” jelasku pada teman-teman.

“Ya sudahlah, kita ditakdirkan untuk istirahat dulu hari ini. Semoga saja besok kita sudah bisa bermain lagi dengan minyak goreng panas.” ucap Bagyo

O, iya. Aku lupa mengenalkan diriku sendiri. Namaku Entisutisno, biasa dipanggil Tisno.dan mereka yang berbicara denganku bernama Entisubagyo (Bagyo) dan Entisuparyem (Paryem). Pasti kalian bingung kan, mengapa nama awalan kita sama? Apakah kami anak kembar bertiga? Tidak. Kami berasal dari Suku Kacang Entis yang biasanya dibuat camilan lezat oleh-oleh khas Lasem. Makanya, nama kami awalannya ‘entis’ semua.

Tok …Tok…

“Assalamu’alaikum..”

Eh, sudah dulu perkenalan tentang kami. Rupanya ada yang mengetuk pintu kayu Mbok Parsel. Mari kita lihat siapa yang datang.

“Wa’alaikumussalam..” jawab Mbok Parsel diikuti dengan langkah kakinya menuju daun pintu.

Cekrek…

“Eh, Aa. Tumben cepat pulangnya?” tanya Mbok Parsel

“Iya, Dik. Si Ocit sedang menjemput anaknya di Terminal. Jadi diskusinya ditunda,” ucap Mang Dadang

“O, begitu. ya sudah Aa duduk saja biar saya buatkan kopi lelet,” ucap Mbok Parsel

“Dik, ini minyak goreng untuk masak kacang nanti. tadi dijalan saya teringat minyak goreng kita yang habis. jadi sekalian saja membeli di Pak RT.” jelas Mang Dadang sembari tangannya memberikan minyak goreng kiloan kepada Mbok Parsel.

Nggih, Aa. Matur nuwunJ[2].” ucap Mbok Parsel diikuti dengan tangannya yang meraih minyak tersebut.

Mbok Parsel pun berjalan menuju dapur untuk membuat kopi lelet. Selain kacang entis, Lasem juga terkenal dengan kopi hitamnya yang enak. Namanya kopi lelet. Di Kota Lasem ada juga batik dengan beraneka ragam corak, seperti contohnya batik tiga negeri, batik naga, dan sebagainya.

“He, teman-teman! Ada kabar baik!” seru Bagyo kepada suku etnis yang lain

“Ada apa?”

“Apa yo? ribut sekali,”

“Bikin kaget saja. memangnya ada apa?”

“Hampir saja jantungku lepas. ada apa sih?”

“Hari ini kita jadi berenang dalam minyak! Mang Dadang tadi membelikan banyak minyak,” jelas Bagyo

“Yeaaaaaaaay!!”

“Akhirnya kita bisa menjadi camilan untuk mulut para manusia,” ucapku

“Iya. Dan juga kita bisa promosi Kota Lasem karena ada kacang entisnya. Hehehe.” ucap salah satu entis

“Sudah, ayo kita bersiap-siap! sebentar lagi kita akan dimasak oleh Mbok Parsel.” ajak Paryem

Tidak lama kemudian, Mbok Parsel menyiapkan beberapa peralatan untuk menggoreng kacang. Dituangkannya minyak ke dalam wajan yang disusul dengan membaranya api kompor gas. Sebelumnya, kalian mengerti tidak, apa itu kacang entis? Sepertinya asing sekali di telinga, karena memang kacang ini hanya ada di daerah Rembang dan Lasem termasuk dalam derah lingkupan Rembang.

Makanan khas Rembang ini terbuat dari kacang tolo. Dulunya kacang ini disebut sebagai ‘kacang renyah’, karena memang rasanya yang renyah dan gurih. Namun, setelah mengerti pembuat pertama bernama Mak Entes, maka masyarakat Lasem membuat nama sendiri dengan mengatasnamakan Mak Entes. Jadilah nama kacang tersebut dengan ‘kacang entes’. Setelah beberapa tahun kemudian nama itu tenar, ternyata lidah orang Lasem sulit untuk menyebutkan nama tersebut dan salah satu anak kecil tiba-tiba mengatakan “Cang ntis, ntis!” Hal tersebut membuat masyarakat sekitar berpikir bahwa kacang tersebut dinamakan ‘entis’ saja. Dan lahirlah sebutan ‘kacang entis’ sampai sekarang ini.

Cara pembuatan kacang entis bisa dibilang cukup mudah. Awalnya kacang tolo dikupas dan dijemur sampai benar-benar kering, lalu setelah itu digoreng sampai warna kecoklatan dan renyah. Setelah itu, dicampur dengan garam, bumbu penyedap dan bawang putih. Dengan cita rasa asin dan gurih dan irisan bawang putih goreng menambah lezatnya kudapan ini. Selanjutnya kacang entis dikemas dengan berbagai macam cara sesuai selera produsen.

Setelah selesai pengemasan, kacang entis siap untuk dikirim ke beberapa toko. Dalam bagian distribusi, Mang Dadang dan Ocit sebagai pelakunya. mereka mengantarkan barangnya menggunakan motor sederhana yang suaranya merdu bak batuk berdahak.

Dua hari setelah pendistribusian, Mbok Parsel dan Mang Dadang Nampak sedih. Mereka mendapat kabar bahwa sekarang kacangnya tidak selaku dulu. Pasalnya ada penjual lain yang lebih menarik perhatian pelanggan. lebih renyah dan kriuk , katanya. Aku dan teman-teman pun ikutan sedih karena Mbok Parsel sudah kami anggap seperti ibu sendiri. Kesedihan Mbok Prasel dan Mang Dadang adalah kesedihan suku entis juga. Akhirnya kami dibawa pulang kembali oleh Mang Dadang karena belum ada satu pun pelanggan yang tertarik kepada kami.

“Huhuhu..sedih sekali. Kita sudah tidak laku seperti dulu lagi,” rengekku

“Iya, bagaimana ini? kasihan Mbok Parsel dan Mang Dadang yang sudah repot-repot mengolah kita,” ucap Bagyo

“Bagaimana ya?”

“Emm..”

“Hm. Seandainya aku bisa berbicara dengan manusia, pasti akan kukeluarkan kata-kata ketenangan untuk Mbok Parsel.” ucapku

“Aku pun. jika aku bisa berwujud manusia, pasti akan kupeluk Mbok Parsel dan Mang Dadang agar hati mereka sedikit lebih tenang.” ucap Paryem

Namun belum lama kami mengobrol, tiba-tiba Mang Dadang datang kearah kami dengan menaburkan sesuatu yang lembut namun berasa.

“Apa ini? Seperti debu dan aku ingin sekali bersin,” pikirku

“Tisno! Lihatlah! Badanmu sekarang menjadi seperti jeruk warnanya. Hahaha.” ucap Bagyo dengan tawanya yang keras seperti suara katak.

“Uhuk..Uhuk .. apa ini? Butiran halus itu mengenai mataku.” ucap Paryem

“Haha! Paryem bercerminlah! Sekarang badanmu berwarna kuning seperti feses.” ucapku sambil terpingkal-pingkal.

Tak lama kemudian, badan Bagyo pun berubah menjadi warna hijau lumut. Seperti Hulk! itu lho, Hulk Si Superhero gendut tapi kekuatannya luar biasa. Tahu tidak, Mengapa kami berubah warna seperti ini? Apakah kami dikutuk karena dosa-dosa kami? atau karena kami tidak laku? Iya! Betul!

Mang Dadang mengubah rasa kami menjadi beraneka ragam. Dari rasa original menjadi jagung,balado, dan rumput laut. Bisa terbayang tidak, kacang entis dijual dengan dengan beraneka rasa? Menarik bukan?

Kami pikir Mbok Parsel telah lelah berjuang untuk suku entis. Tapi ternyata tidak. Justru Mbok Parsel hadir dengan segala kecerdasannya dalam menyelesaikan masalah dan Mang Dadang dengan sejuta ide kreatifnya.

Kini, kacang entis produksi Mbok Parsel dan Mang Dadang hadir dengan berbagai rasa. Dalam hitungan hari, produksi mereka telah melesat dengan ramainya pelanggan. Salah satu tempat distribusinya adalah Toko Snack Jaya milik Pondok Pesantren Kauman Lasem. Hati suku entis pun menjadi senang dan berharap cerita ini akan menjadi motivasi bagi para produsen kacang entis Lasem. Satu motivasi yang selalu diingat oleh Mbok Parsel:

“Jika tujuanmu belum tercapai, maka ubahlah caramu mencapai tujuan itu. jangan sampai kamu mengubah ke tujuan yang lain.” –Gus Miftah

Cerita pendek oleh Bilqis Soraya

MA Al Hidayat Lasem


[1] bahasa jawa yang artinya menanak nasi.

[2] Iya, Aa. Terima Kasih. J

Featured post

KEUTAMAAN MEMBACA SHOLAWAT

#kajian kitab tanqihul qoul

BAB IV

KEUTAMAAN MEMBACA SHOLAWAT

قال بعض الصحابة لرسول الله صلى الله عليه وسلم: صلى الله عشرا لمنصلى عليك مرة، لا، بَلْ لِكُلِّ مُصَلٍّ غافِلِ، وَيعطِيهِ الله أمثالَ « : واحدة هلذلك لمن كان حاضر القلب؟ قال الجبال، والملائكةُ تَدْعُو لَهُ وَتَسْتَ غْفِرُ لَهُ،وَأَمَّا إذا كانَ حاضِرَ القلبِ وقتَ الصَّلاةِ عَليَّ، فلا يَعْلَمُ قَدْرَ ذٰلكَ إلاَّ اللهتَعَالَى.

Sebagian Sohabat bertanya kepada Rosululloh S.A.W ‘ Allah S.W.T memberikan 10 Rahmatnya kepada seseorang yang membaca 1 kali saja Sholawat kepadamu ya Rosulalloh, apakah hal itu berlaku bagi mereka yang bersholawat dengan hati yang tulus (tidak hanya di bibir saja, sementara hatinya melamun kemana mana)?

Rosululloh S.A.W menjawab, ”tidak demikian, bahkan hal itu berlaku untuk orang-orang yang lupa (bersholawat tidak dari hati) Allah memberikan sebesar gunung pahalanya, dan Malaikat mendo’akan kepadanya, dan memintakan ampun, adapun ketika seseorang itu bersholawat dengan sepenuh hatinya maka tiada yang tau sebesar apa pahalanya orang itu kecuali Allah S.W.T,

قال النبي صلى الله عليه وسلم: {مَنْ صَلَّى عَليَّ وَاحِدَةً صَلَّى الله عَلَيْهِ عَشْرا}.

Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda: {“Barang siapa bersholawat kepadaku sekali, maka Allah memberi sholawat untuknya sepuluh kali.”}

وقال النبي صلى الله عليه وسلم: {مَنْ صَلَّى عَلَيَّ ألفَ مَرَّةٍ لم يَمُتْ حَتَّى يُبَشَّرُ لَهُ بِالجَنَّةِ}.

Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda: {“Barang siapa bersholawat kepadaku 1000 kali maka takkan meninggal dunia sehingga diberikan kabar gembira masuk surga”.}

وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ صَلَّى عَليَّ صَلاةً واحِدَةً صَلَّى الله عَلَيْهِ بِهَا عَشْرا، وَمَنْ صَلَّى عَليَّ عَشْرا صَلَّى الله عَلَيْهِ بِها مائَةً، وَمَنْ صَلَّى عَليَّ مائَةً صَلَّى الله عَلَيْهِ بها ألْفا، وَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ ألْفا لم تَمسَّهُ النَّارُ}.

Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda : { “Barang siapa bersholawat kepadaku satu kali, maka karenanya Allah bersholawat sepuluh kali baginya. Barang siapa bersholawat kepadaku sepuluh kali, maka karenanya Allah bersholawat seratus kali baginya. Barang siapa bersholawat kepadaku seratus kali, maka karenanya Allah bersholawat seribu kali baginya. dan Barang siapa yang bersholawat seribu kali maka takkan disentuh api neraka”.}

Dalam riwayat yang lain menggunakan bahasa ” maka Allah tidak akan menyiksanya dengan Api Neraka,  dalam riwayatnya Imam Tabrani di sebutkan bahwa Rosululloh  S.A.W bersabda ” Barang siapa membaca Sholawat kepadaku satu kali maka Allah akan memberikan dia Rahmat 10 kali, dan barang siapa bersholawat kepadaku 10 kali maka Allah akan memberikan dia rahmat 100 kali, dan barang siapa bersholawat padaku 100 kali maka Allah memastikan/mencatatatnya sebagai orang yang bebas dari sifat Munafiq dan bebas dari Api Neraka dan menempatkan dia di tempatnya para Syuhada’ besuk di hari Kiamat.

وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ نَسِيَ الصَّلاَةَ عَلَيَّ فَقَدْ أَخْطَأَ طَرِيقَ الجَنَّةِ}.

Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda : { “Barang siapa lupa bersholawat kepadaku, maka benar – benar telah menyimpang dari jalan surga”.

وقال صلى الله عليه وسلم: {إنَّ أوْلَى النَّاسِ بِي يَوْمَ القِيَامَةِ أكْثَرُهُمْ عَلَيَّ صَلاَةً}.

Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda : {“Sesungguhnya orang yang lebih utama bersamaku di hari kiamat adalah orang yang paling banyak bersholawat kepadaku”.}

وقال صلى الله عليه وسلم: {صَلاَتُكُمْ عَلَيَّ مَحَّاقَةٌ}.

Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda : “Sholawat kalian kepadaku itu pengahancur (dosa-dosa)”.} maksudnya adalah menghilangkan noda dosa seperti air memadamkan api, sebagaimana perkataan Abu Bakar Assiddieq RA. “Bersholawat kepada Rosululloh itu lebih bisa menghapuskan dosamu daripada air membersihkan papan yang hitam.

وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ صَلَّى عَلَيَّ في كُلِّ جُمُعَةٍ أرْبَعِينَ مَرَّةً مَحَا الله ذُنُوبَهُ كُلَّهَا}.

Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda : { “Barang siapa bersholawat kepadaku di setiap hari jum`at sebanyak 40 kali maka Allah menghapus semua dosa-dosanya”.}

Diriwayatkan oleh Abdul Aziz bin Suhaib dari Anas bin Malik, ia berkata, “Aku sedang berdiri di depan Rasulullah SAW, kemudian beliau berkata, “Barang siapa membaca sholawat atasku pada setiap hari jum’at 80x maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya selama 80 tahun”. Aku berkata, “Ya Rasulullah SAW, bagaimana caranya bersholawat atas-Mu? Rasulullah SAW menjawab “engkau berkata اللّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ النَّبِيِّ الأمِّيِّ. Itu baru dihitung satu. Sayidis Syaikh Abdul Qodir al-Jilani yang menyebutkan itu

وقال صلى الله عليه وسلم: {مَا مِنْ دُعاءٍ إلا بَيْنَهُ وَبَيْنَ السَّماءِ حِجَابٌ حَتَّى يُصَلِّيَ عَلَيَّ ، فإذا صَلَّى عَلَيَّ انْخَرَقَ ذٰلِكَ الحِجَابُ وَرُفِعَ الدُّعَاءُ}.

Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda : {“Tiadalah sebuah do`a terkecuali diantara do`a tersebut dan langit ada hijab hingga dibacakan sholawat untukku. Ketika dibacakan sholawat untukku maka terbukalah hijab tersebut dan diangkatlah do`a “.}

Sedangkan dari riwayat sayidina Ali, Rasulullah SAW bersabda dengan lafadl, “tidak ada do’a kecuali ada penghalang di antaranya dan Allah, sehingga dibacakan sholawat atas Nabi SAW, maka jika sudah dibacakan sholawat atasnya terbukalah hijab itu dan do;anya dikabulkan (oleh Allah), dan jika tidak dibacakan sholawat atasnya maka doa itu tidak dikabulkan. (HR. al-Hasan bin Arofah).

وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي يَوْم مائَةَ مَرَّةٍ قَضَى الله لَهُ مائَةَ حَاجَةٍ سَبْعِينَ مِنْهَا لآخِرَتِهِ وَثَلاثِينَ مِنْهَا لِدُنْيَاهُ}.

Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda : { “Barang siapa bersholawat seratus kali dalam sehari maka Allah menunaikan seratus hajatnya. Tujuh puluh untuk hajat akheratnya dan tiga puluh untuk hajat dunianya.” }

وقال صلى الله عليه وسلم: {مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً وَاحِدَةً صَلَّى الله عَلَيْهِ وَمَلائِكَتُهُ عِشْرِينَ مَرَّةً وَلَمْ يَمُتْ حَتَّى يُبَشَّرُ بِالجَنَّةِ}.

Nabi Shollallohu alaihi wasallam bersabda : { “Barang siapa bersholawat kepadaku sekali, maka Allah dan Malaikatnya bersholawat untuknya duapluh kali dan tidak akan wafat hingga diberi kabar gembira surga.”}

Dalam dasar hukum Islam sudah memberikan banyak kemudahan dalam urusan ibadah seperti sholawat contohnya. Sholawat sangat baik dilakukan untuk mengiringi setiap hembusan dari nafas anda hanya dengan mengucapkannya dalam hati. Manfaat dan keutamaan dari sholawat sendiri sangatlah banyak dan menjadi salah satu ibadah yang agung.

Shalawat merupakan bentuk jama’ dari kata shalat yang berarti do’a, rahmat, berkah, serta inayah. Sebagai hamba Allah yang beriman hendaknya kita memperbanyak shalawat kepada junjungan Nabi agung Muhammad SAW.

Anjuran untuk memperbanyak shalawat juga telah Allah tegaskandalam firmannya pada Surat Al-Ahzab ayat 56 yang menyatakan bahwasanya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi, maka dari itu orang-orang yang beriman juga hendaknya bershalawat serta mengucapkan salam penghormatan untuk Nabi.

Dari ayat tersebut menjelaskan bahwa shalawat bukan hanya sekedar ucapan terima kasih kepada Nabi saja, melainkan juga menjdi ibadah yang utama.

Allah SWT menyebutkan bahwa Allah sendiri bershalawat kepada Nabi, kemudian memerintahkan para malaikatnya ikut bershalawat kepada Nabi, baru kemudian Allah memerintahkan hambaNya untuk ikut bershalawat kepada Nabi juga. Allah bershalawat kepada Nabi dapat diartikan bahwa Allah mencurahkan rahmat kepadanya.

Sedangkan malaikat bershalawat kepada Nabi berarti malaikat mendoakan Nabi agar mendapat rahmat dari Allah serta memintakan ampunan. Sementara itu, jika orang-orang mukmin bershalawat kepada Nabi itu berarti mereka berdoa supaya diberi rahmat.

Shalawat sendiri merupakan ibadah yang tidak mengenal batas alam, jarak, maupun waktu. Artinya, jika kita bershalawat maka akan menembus langit yang sangat jauh, didengar malaikat, kemudian turut mengucapkan do’a bagi orang yang mebacanya.

Nabi Muhammad SAW juga bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam tirmidzi bahwasanya manusia yang paling layak berkumpul dengan Nabi Muhammad yaitu orang yang paling banyak bershalawat kepadanya.

Rasulullah SAW juga bersabda, “Jika orang bershalawat kepadaku, maka malaikat juga akan medoakan keselamatan baginya, untuk itu bershalawatlah, baik sedikit ataupun banyak. “ [HR. Ibnu Majah dan Thabrani].

Agama Islam memberikan kemudahan ibadah yang besar kepada umatnya. Salah satu kemudahan tersebut yaitu dengan bershalawat.

Shalawat kepada Nabi sendiri merupakan salah satu bentuk ibadah yang paling agung. Dengan bershalawat berarti kita mengucapkan rasa terimakasih kepada Nabi.

Dengan begitu malaikat pun akan turut serta mendoakannya. Shalawat sangat baik diucapkan dalam setiap hembusan nafas ataupun cukup membacanya di dalam hati saja.

Shalawat akan memberikan keutamaan serta kebaikan yang besar bagi para pembacanya. Berikut ini beberapa keutamaan shalawat Nabi yang dapat Anda peroleh.

  • Diutamakan Saat Kiamat

Seseorang yang secara rutin membacakan sholawat, maka disaat kiamat nanti akan lebih diutamakan dari sekian banyak orang yang lainnya yang merupakan fadhilah sholawat.

“ Sesungguhnya lebih utama bagiku manusia besok pada hari kiamat, adalah mereka yang lebih banyak membaca Shalawat kepadaku.“ [HR. Turmudzi dari Ibn’ Mas’ud Ra]

  • Mendatangkan Rahmat dan Kurnia Allah SWT

Doa dan juga permohonan akan memberikan pengaruh baik untuk mendatangkan rahmat serta karunia dari Allah SWT. Sholawat sendiri merupakan doa agar keinginan tercapai, sehingga seseorang yang bersholawat juga berarti sudah mengundang kedatangan dari karunia serta segala nikmat dari Allah SWT.

  • Memperoleh Nilai Kebanggaan Tersendiri

Rasulullah SAW sangat menyenangi sholawat sehingga beliau juga bersabda, “Sesungguhnya aku membanggakan adanya kalian kepada umat-umat yang lainnya.“

Sebagai umat yang sangat dibanggakan Allah SWT, sudah sepantasnya kita juga mencintai Rasulullah SAW dengan cara selalu menyebutkan nama beliau setiap kali bersholawat untuk-nya.

  • Mendekatkan Diri Pada Allah SWT

Allah SWT pernah bertitah pada Nabi Musa As jika apabila beliau ingin Allah lebih dekat pada Nabi Musa, maka Allah SWT memerintahkan beliau untuk banyak bersholawat.

“Wahai Musa, apakah kamu ingin agar Aku lebih dekat kepadamu daripada kedekatan ucapan kepada lidahmu, daripada bisikan hatimu dari hatimu sendiri, daripada ruhmu ke badanmu dan daripada cahaya matamu pada matamu ?“

Musa as. menjawab, “ Ya, wahai Tuhanku. “ Lalu Tuhan berfirman, “ Maka perbanyaklah membacakan shalawat untuk Muhammad SAW. “

  • Diangkat 10 Derajat dan Dihapus 10 Keburukan

Sholawat yang dilakukan 1 kali saja sudah akan mendatangkan pengangkatan 10 derajat orang tersebut dan juga dihapuskan 10 kali kesalahan. Bisa dibayangkan jika sholawat dilakukan secara terus menerus, maka akan banyak kesalahan yang dihapus dan juga pengangkatan derajat berkali kali lipat.

Abas bin Malik berkata, telah bersabda Rasulullah SAW, “Barang siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, niscaya Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali da dihapus darinya sepuluh kesalahan, diangkat baginya sepuluh derajat.“[HR. An-Nasa’I no. 1296].

  • Menolak Bencana dan Pemenuhan Hajat

Beberapa sholawat juga mempunyai manfaat khusus yang berbeda untuk setiap pembacanya. Salah satunya adalah sholawat Munjiyat yang sangat berguna untuk menolak segala sesuatu bencana, menghadapi musibah dalam Islamsekaligus pemenuhan hajat yang terbilang besar bahkan untuk kebutuhan mendesak dengan menggunakan cara tertentu yang sudah ditetapkan.

  • Ada Disisi Nabi Saat Sakratul Maut

Seseorang yang secara teratur membacakan sholawat juga memiliki keutamaan berupa penghargaan yang sangat besar dimana Nabi Muhammad akan hadir di sisi orang tersebut saat sedang menghadapi sakratul maut.

  • Diberikan Pengampunan Dosa

Membacakan sholawat juga akan memberikan pengampunan dosa besar dalam Islam yang didasari dengan keimanan seorang mukmin, kecintaan dan juga keikhlasan di saat membacakan sholawat tersebut.

“Wahai Abu Kahil, barang siapa membaca shalawat untukku setiap hari sebanyak tiga kali dan setiap malam sebanyak tiga kali, karena cinta dan rindu kepadaku, maka Allah SWT mewajibkan atas diri-Nya untuk mengampuni dosa-dosanya pada malam dan hari tersebut.” [HR Ibnu Abi Ashim dan Ath-Thabrani].

  • Menjauhkan Kefakiran dan Mendekatkan Keberkahan

Seseorang yang membacakan sholawat juga akan mendapatkan keutamaan berupa dijauhkan dari kefakiran dan juga mendapatkan kelimpahan keberkahan dan juga kebaikan.

  • Mendapatkan Keberkahan Turun Temurun

Bagi mereka yang sering membacakan sholawat juga akan mendapatkan kebaikan serta keberkahan yang melimpah bahkan sampai ke anak dan cucu mereka.

“Membaca shalawat untuk Rasulullah akan melimpahkan keberkahan pada orang yang membaca shalawat, anak-anaknya dan cucu-cucunya.”  [al-Hadist].

  • Merupakan Tanda Cinta Seorang Muslim Kepada Rasulullah

Bentuk kecintaan seseorang terhadap Rasulnya dapat dibuktikan dengan seberapa banyak Ia mengucapkan shalawat.

Semakin banyak Ia mengucapkan shalawat berarti menandakan semakin dalam kecintaannya terhadap Rasul Allah. Sebagaimana para ulama mengatakan bahwa barangsiapa yang mencintai sesuatu, maka Ia akan sering menyebutnya.

–          Shalawat Merupakan Bentuk Ketaatan Kepada Perintah Allah

Allah telah memerintahkan hambaNya untuk memperbanyak shalawat kepada Nabi Muhammad melalui firmanNya pada surat Al-Ahzab ayat 51 yang menyatakan bahwa Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi, maka dari itu orang-orang yang beriman juga hendaknya bershalawat serta mengucapkan salam penghormatan untuk Nabi.

Berdasarkan firman Allah tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwasanya dengan kita banyak membaca shalawat itu berarti kita sedang mengimplementasikan ketaatan kita kepada perintah Allah SWT.

Demikian beberapa ulasan mengenai keutamaan shalawat Nabi yang dapat Anda peroleh. Dengan membaca shalawat secara rutin, keutamaan shalawat dapat Anda rasakan tidak hanya di dunia saja melainkan juga saat di akhirat nanti.

Hal ini disebabkan karena shalawat juga melibatkan Allah beserta malaikatNya dan Nabi Muhammad SAW langsung membalasnya. Membaca dan mengamalkan shalawat akan memberikan manfaat dan dapat menuntun Anda pada jalan kebaikan.

Oleh karena itu, ucapkanlah shalawat kapanpun dan dimanapun. Disaat kita senggang, disaat kita sedang melakukan kegiatan, atau disaat apapun usahakan untuk menyempatkan membaca shalawat.

Karena jika kita melupakan shalawat, itu berarti kita telah melupakan nabi Muhammad dan keliru dari jalan syurga, sebagaimana telah dijelaskan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah.

Featured post

KEUTAMAAN KALIMAT LAA ILAAHA ILLALLAH

#kajian kitab tanqihul qoul

BAB II

KEUTAMAAN KALIMAT LAA ILAAHA ILLALLAH


قال الفاكهاني :  إن ملازمة ذكرها عند دخول المنزل تنفي الفقر، وقد ورد أنمَنْ قَالَ لا إلٰهَ إلاَّ الله وَمَدَّها هُدِمَتْ لَهُأرْبَعَة آلاف ذَنْبٍ مِنَ الكَبَائِرِ . قالوا:  يا رَسُولَ الله فإنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ شَيْءٌ مِنَ الكَبَائِر؟ قال:  يغفَرُ لأهْلِهِ ولِجيرَانِهِ، رواهالبخاري اهـ سنوسي.

Al-Fakihany berkata, “Sesungguhnya melanggengkan (selalu membiasakan mengucapkan) kalimat laa ilaaha illa allah setiap kali memasuki rumah itu bisa  menghilangkan kefakiran”. Rasulullah SAW bersabda dalam HR. Bukhori, “Barang siapa mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah dan memanjangkannya(memanjangkan kata “Laa”) maka 4000 dosa besarnya akan dihancurkan (diampuni), Para sahabat kemudian bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah…Jika ia sama sekali tidak mempunyai dosa besar?, Rasulullah menjawab “maka dosa-dosa keluarga dan tetangganya yang akan diampuni”. (keterangan Imam Sanusi)

قال النبي صلى الله عليه وسلم: مَنْ قَالَ كُلَّ يَوْمٍ لا إلٰهَ إلاَّ الله مُحَمَّدٌ رَسُولُ الله مَائَةَ مَرَّة جَاءَ يَوْمَ القِيَامَةِ وَوَجْهُهُ كَالقَمَرِلَيْلَةَ البَدْر

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Barang siapa mengucapkan لا إله إلاّ الله محمد رسول الله setiap hari 100 kali maka dia akan di bangkitkan di hari Kiamat nanti dengan wajah bersinar seperti bulan purnama.

وقال صلى الله عليه وسلم: أَفْضَل الذِّكْرِ لا إلٰهَ إلاَّ الله وأفضل الدعاء الحمد لله 

Nabi Muhammad SAW bersabda : “utama-utamanya dzikir adalah la ilaha illallah dan utama-utamanya do’a adalah Alhamdulillah”. (hadist di riwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Imam Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Imam Hakim dari Imam Jabir)

Demikian  itu karena laa ilaha illa alloh adalah kalimat tauhid, sedangkan kalimat tauhid itu tidak ada bandingannya. Kalimat tauhid mempunyai pengaruh dalam penyucian batin, berfaidah meniadakan semua tuhan dan menetapkan satu-satunya tuhan, yaitu Allah, kemudian dzikir yang terucap dari mulut itu masuk kedalam hati. Selain itu, karena keimanan tidak akan sah tanpa kalimat tauhid tersebut di tambah dengan kata wa anna muhammadan rosululloh. Tidak ada kalimat lain, hanya itu saja.

Kenapa laa ilaaha illallah menjadi utamanya dzikir ?  itu karena la ilaha illalloh adalah kalimat tauhid ( meng esa kan ) dan tauhid itu tidak ada sesuatupun yang bisa membandinginya, dan karena tauhid membekas di hati dalam mensucikan batin,
seorang hamba ketika berkata ” la ilaha ” yang artinya ” tiada tuhan ” maka dia mengikrarkan hatinya menafikan kesemuanya yang di anggap sebagai tuhan, dan ketika dia mengatakan ” Illalloh ” maka dia menetapkan hanya Allah sajalah yang patut sebagai tuhan, tidak lainnya, kalimat la ilaha illalloh atau biasa disebut dengan kalimat tauhid berarti menafikan dan menetapkan ( nafi & Isbat ) dan dzikir/ucapan yang terlafazdkan dari mulut masuk kedalam hatinya, kalimat tauhid menjadi utama karena keimanan tidak akan sah tanpa melalui kalimat tauhid dengan di tambahi wa anna muhammadan rosululloh ( dan sesungguhnya muhammad adalah rosul allah ) sebagaimana tuntunan bacaan sahadat.

Sedangkan kalimat Alhamdulillah adalah utama-utamanya do’a, karena do’a adalah bahasa lain (ibarat) dari dzikir, dengan dzikir seseorang meminta hajatnya, sedangkan Alhamdulillah itu mencakup semua hajatnya,  seorang yang memuji Allah, tiada lain hanya karena nikmat yang di berikanNya, sedangkan bersyukur atas segala nikmat itu secara langsung bisa menambah nikmat itu sendiri, Allah SWT berfirman ” لإن شكرتم لأزيدنكم “, oleh karenanya kita wajib bersyukur atas segala nikmat yang kita miliki, dengan bersyukur maka nikmat kita akan bertambah.

Dan dikatakan pula bahwa seseorang yang berkata   laa ilaha illa alloh dan memanjangkannya maka 4000 dosa besarnya di runtuhkan, para sahabat bertanya ” jikalau orang itu tidak punya dosa besar wahai Rosululloh ? Nabi Muhammad bersabda ” maka di ampunkan seluruh keluarganya dan tetangganya “. hadist di riwayatkan Imam Bukhori.

Rosululloh bersabda ” Alloh SWT berfirman dalam hadist qudsy “

(وقال صلى الله عليه وسلم قال الله تعالى) أي في الحديث القدسي والكلام الأنسي  (لا إله إلا الله كلامي وأنا هو منقالها دخل حصني) بكسر الحاء (ومن دخل حصني أمن من عقابي) أخرجه الشيرازي عن علي .وفي نسخة لهذاالكتاب وقال صلى الله عليه وسلم : لا إله إلاَّ الله حِصْنِي وَمَنْ دَخَلَ حِصْنِي أمِنَ مِنْ عَذَابِ الله

“Laa ilaaha Illa alloh adalah kalamku, dan Aku adalah ia (Allah), barang siapa yang mengucap-kannya, maka ia masuk dalam bentengku, dan siapapun yang masuk dalam bentengku maka ia akan aman dari siksaku”. hadist diriwayatkan oleh Imam Sairozi dari sayyidina Ali. Dalam naskah yang lain di katakana, Rasulullah SAW bersabda, “Laa ilaaha Illa alloh adalah bentengku, dan siapapun yang masuk dalam bentengku maka ia akan aman dari siksa Allah”.

Di ceritakan oleh Abdul Wahid bin Zaid dia berkata, “suatu ketika aku di dalam kendaraan, lalu (datang) angin dan melemparkanku ke suatu daerah, kemudian aku melihat seorang yang menyembah berhala, terus aku berkata padanya, “Engkau menyembah berhala ini sementara banyak di antara kita orang-orang yang bisa membuat berhala seperti itu?, Dia menjawab, “engkau berkata seperti itu, terus apa yang engkau sembah?, Aku menjawab, “aku menyembah tuhan yang arsy-Nya ada di langit dan kekuasaan-Nya ada di Bumi dan Lautan,  lalu dia bertanya, “siapa yang mengajarimu hal itu?,  Aku menjawab, “Dia mengutus Rasul kepada kami,  Dia bertanya lagi, “Apa yang di lakukan Rasul?,  Aku menjawab, “Dia telah meninggal dunia, Dia berkata, “apakah dia meninggalkan suatu pertanda?, Jawabku, “iya benar, dia meninggalkan kitabnya. Dia bertanya, “apakah engkau hafal sebagian dari kitabnya itu?, lalu aku membacakannya surat Arrahman, dan dia terus menangis hingga aku menghatamkannya, Baru dia berkata, “Seharusnya pemilik kalam itu tidak di durhakai.

Kemudian aku menawarkan islam kepadanya, dan dia menerimanya, lalu aku membawanya ikut bersamaku dalam perjalanan menggunakan perahu, sampai pada saat malam menjelang, aku mengerjakan sholat isya dan bersiap-siap untuk tidur, dia mendekatiku seraya bertanya, “apakah Dia Tuhan yang memberikanmu petunjuk akan agama ini juga tidur?, Aku menjawab, “tidak, Dia adalah Dzat yang hidup dan tidak bergantung pada apapun juga tidak pernah tidur. (Mendengar jawabanku itu) dia berkata, “engkau adalah seorang hamba yang sangat buruk, engkau tidur sementara Tuanmu terjaga.

Setelah kami sampai di daratan dan hendak berpisah, aku kumpulkan beberapa dirham untuknya, tapi dia malah berkata, “untuk apa ini semua? “. aku menjawab, “dengan uang ini kamu bisa membeli sesuatu untuk bekal hidupmu”. Orang itu menjawab, “engkau menunjukkanku jalan yang belum pernah kuketahui, dulu aku tidak menyembahnya saja Dia tidak menerlantarkanku, apalagi sekarang setelah mengenalnya, tidak mungkin Dia menerlantarkanku.

Selang 3 hari (setelah kami berpisah) aku mendengar bahwa dia sekarat (naza’), aku terus mendatanginya dan bertanya kepadanya, “Apakah engkau punya keinginan?, Dia menjawab “Dzat yang telah mengeluarkanku dari daerah itu (Allah) telah memenuhi semua keinginanku. (Setelah itu) aku tertidur disampingnya dan bermimpi melihat perempuan muda di dalam  sebuah taman yang menghijau, dia berkata, “Cepatlah kaubawa dia kesini, sungguh sudah sekian lama aku merindukannya. Lalu aku terbangun dan kulihat dia sudah mati, akupun menguburkannya malam itu juga. Kemudian aku tidur kembali dan mimpi bertemu dengannya sedang memakai mahkota di kepalanya, di sekelilingnya ada bidadari, dan dia membaca ayat :

وَالمَلاَئِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بابٍ سَلامٌ عَلَيْكُمْ بما صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ

وقال صلى الله عليه وسلم: أَدُّوا زَكَاةَ أبْدَانِكُمْ بِقَوْلِ لا إلٰهَ إلاَّ الله ,وأخرج ابن عساكر عن  ابن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إنَّ قَوْلَ لا إلٰهَ إلاَّ الله تَدْفَعُ عَنْ قَائِلها تِسْعَةً وَتِسْعِينَ بابا مِنَ البَلاءِ أدْنَاهَا الهَمُّ

Rosululloh SAW bersabda, “Penuhilah zakat tubuhmu dengan ucapan laa ilaaha illa alloh”, 
Imam Ibnu Asakir dari ibnu Abbas berkata, Rosululloh SAW bersabda, “Sesungguhnya kalimat laa ilaaha illa alloh itu bisa menghindarkan orang yang mengucapkannya dari 99 macam pintu coba’an (bala’), yang paling rendah dari cobaan itu adalah rasa susah”.

Rosululloh SAW bersabda, “barang siapa mengucapkan laa ilaaha illa alloh maka keluar dari bibirnya seekor burung hijau yang mempunyai dua sayap putih yang di tretes intan dan yaqut, lalu burung itu terbang ke langit hingga terdengar suara gemuruh seperti gemuruhnya lebah, Dikatakan (kepada burung itu), “diamlah…!”,  Burung itu lalu berkata,  “aku tidak akan diam sampai engkau mengampuni orang yang mengucapkanku, akhirnya Allah SWT pun mengampuni orang itu, dan menciptakan 70 mulut lagi untuk burung itu- yang terus meminta ampunan untuk orang yang membacanya sampai hari Kiamat. Maka ketika Kiamat telah tiba, burung itu menjadi penuntun dan petunjuk orang itu ke surga…..

وقال صلى الله عليه وسلم: مَا مِنْ عَبْدٍ يَقُولُ لا إلٰهَ إلاَّ الله مُحَمَّدٌ رَسُول الله إلاَّ قَالَ الله تَعَالى صَدَقَ عَبْدِي أنا الله لا إلٰهَإلاَّ أنا أُشْهِدُكُمْ يا مَلائَكَتِي قَدْ غَفَرْتُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّر أي من الصغائر.

Rosululloh SAW bersabda, “tidak seorangpun hamba yang berucap, “Laa ilaaha illa alloh Muhammadur Rosululloh”, kecuali Allah SWT berfirman “Benar apa yang dikatakan hambaku itu, akulah Allah, tiada Tuhan selainku, aku persaksikan kepada kalian semua wahai Malaikatku bahwa Aku telah mengampuni dosanya, baik dosa-dosanya terdahulu atau dosa-dosanya yang akan datang”(yang dimaksud di sini adalah dosa-dosa kecil)

وقال صلى الله عليه وسلم)مَنْ قَالَ لا إلٰهَ إلاَّ الله خَالِصا (أي من الرياء مثلاً) مُخْلِصا (أي من المنهيات ) دَخَلَ الجَنَّة (أي مع السابقين، وأخرج الحكيم عن زيد بن الأرقم قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مَنْ قَالَ لا إلٰهَ إلاَّ الله مُخْلِصادَخَلَ الجَنَّةَ قيل: يا رسول الله وما إخلاصُها؟ قال: أَنْ تَحْجُزَهُ عَنِ المَحَارِمِ

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa mengucapkan Laa Ilaaha Illa alloh dengan ikhlas lagi (murni/bebas dari larangan) maka ia masuk surga (beserta orang-orang terdahulu)”. Al-Hakim dari Zaid bin Arqom berkata, “Rasulullah SAW bersabda”, “Barang siapa mengucapkan Laa Ilaaha Illa alloh dengan murni/bebas dari larangan maka ia masuk surga”, di katakana, “wahai Rasulullah, Bagaimana ikhlasnya itu?”, Rasul menjawab, “jika engkau membentenginya dari perbuatan-perbuatan yang diharamkan”.

قال صلى الله عليه وسلم) : مَنْ كانَ أوَّلُ كَلاَمِهِ لا إلٰهَ إلاَّ الله وَآخِرُ كَلامِهِ لا إلٰهَ إلاَّ الله وَعَمِلَ أ لْفَ سَيِّئَةٍ (أي ذنبصغير ) إنْ عَاشَ ألْفَ سَنَةٍ لا يَسْأَلُهُ الله عَنْ ذَنْبٍ وَاحِدٍ.(

Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa di awal dan akhir omongannya berupa ucapan laa ilaaha illa alloh, dan dia telah melakukan 1000 keburukan (dosa kecil), walaupun ia hidup selama 1000 tahun, maka Allah tidak akan menanyakan dosa satupun yang pernah ia lakukan itu”.

Diriwayatkan, bahwasanya Rasulullah SAW pernah berkata kepada sayyid Zaid al-Anshori, “jika sulit urusan duniamu maka perbanyaklah membaca ;

لا إلٰهَ إلاَّ الله محمد رسول الله صلى الله عليه وسلم ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم.

Rasulullah bersabda, “Barang siapa mengucapkan laa ilaaha illa alloh (tidak disertai) ujub, maka ada seekor burung terbang di bawah arasy sambil bertasbih bersama malaikat-malaikat yang bertasbih, dan dipastikan pahala (tasbih burung itu) untuknya”. Rasulullah juga bersabda, “Barang siapa mengucapkan sekali lafazh “laa ilaaha illa alloh muhammadur-rosulullah”, maka dosa-dosanya diampuni oleh Allah walaupun sebanyak buih di lautan”.

وقال صلى الله عليه وسلم:  (إذا مَرَّ المُؤْمِنُ عَلَى المَقَابِرِ فَقَالَ لا إلٰهَ إلا الله وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الملْكُ وَلَهُ الحَمْدُ يُحْيِيوَيُمِيتُ وَهُوَ حَيٌّ لا يَمُوتُ بِيَدِهِ الخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ نَوَّر الله تِلْكَ القُبُورَ كُلِّهَا وَغَفَرَ لِقَائِلهَا وَكَتَبَ لَه (أيللقائل )ألْفَ ألْفِ حَسَنَةٍ وَرَفَع لَهُ ألْفَ ألْفِ دَرَجَةٍ وَحَطَّ (أي أسقط )عَنْهُ ألْفَ ألْفِ سَيِّئَةٍ (أي من الصغائر وروىالترمذي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال مَنْ دَخَلَ السُّوقَ فَقَالَ لا إلٰهَ إلاَّ الله وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الملْكُ وَلَهُ الحَمْدُيُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ حَيٌّ لا يَمُوتُ بِيَدِهِ الخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، وَرَفَعَ بِهَا صَوْتَهُ كَتَبَ الله لَهُ ألْفَ ألْف حَسَنَةٍ،وَمَحَا عَنْهُ ألْفَ ألْف سَيِّئَةٍ، وَرَفَعَ لَهُ ألْفَ ألْفِ دَرَجَة.

Rasulullah SAW juga bersabda pula, “Ketika seorang mu’mim berjalan melewati pemakaman, terus dia berucap ;

لا إلٰهَ إلا الله وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الملْكُ وَلَهُ الحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ حَيٌّ لا يَمُوتُ بِيَدِهِ الخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Maka Allah menyinari makam-makam itu seluruhnya, dan mengampuni dosa-dosa orang mu’min tersebut, juga mencatat 1.000.000 kebaikan baginya, mengangkatnya 1.000.000 derajat dan menggugurkan 1.000.000 dosa-dosa kecilnya”. Imam Turmuzhi meriwayatkan hadits dari Nabi SAW, bahwa beliau bersabda, “Barang siapa masuk ke area pasar lalu dengan suara keras ia berucap (kata-kata tersebut), maka Allah mencatat 1.000.000 kebaikan baginya, mengampuni 1.000.000 dosa-dosa kecilnya dan mengangkatnya hingga 1.000.000 derajat”.

Ibnu Rajab dalam Kalimatul Ikhlas mengatakan,”Kalimat Tauhid (yaitu Laa Ilaha Illallah, pen) memiliki keutamaan yang sangat agung yang tidak mungkin bisa dihitung.” Lalu beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keutamaan kalimat yang mulia ini. Di antara yang beliau sebutkan :

Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ merupakan harga surga

Suatu saat Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mendengar muadzin mengucapkan ’Asyhadu allaa ilaha illallah’. Lalu beliau mengatakan pada muadzin tadi,

”Engkau terbebas dari neraka.” (HR. Muslim no. 873)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

”Barangsiapa yang akhir perkataannya sebelum meninggal dunia adalah ‘laa ilaha illallah’, maka dia akan masuk surga” (HR. Abu Daud. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih no. 1621)

Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ adalah kebaikan yang paling utama

Abu Dzar berkata,

Katakanlah padaku wahai Rasulullah, ajarilah aku amalan yang dapat mendekatkanku pada surga dan menjauhkanku dari neraka.” Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,”Apabila engkau melakukan kejelekan (dosa), maka lakukanlah kebaikan karena dengan melakukan kebaikan itu engkau akan mendapatkan sepuluh yang semisal.” Lalu Abu Dzar berkata lagi,”Wahai Rasulullah, apakah ’laa ilaha illallah’ merupakan kebaikan?” Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,”Kalimat itu (laa ilaha illallah, pen) merupakan kebaikan yang paling utama. Kalimat itu dapat menghapuskan berbagai dosa dan kesalahan.

Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ adalah dzikir yang paling utama

Hal ini sebagaimana terdapat pada hadits yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam (hadits marfu’),

Dzikir yang paling utama adalah bacaan ’laa ilaha illallah’.

Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ adalah amal yang paling utama, paling banyak ganjarannya, menyamai pahala memerdekakan budak dan merupakan perlindungan dari gangguan setan

Sebagaimana terdapat dalam shohihain (Bukhari-Muslim) dari Abu Hurairoh radhiyallahu ’anhu, dari Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, beliau bersabda,

Barangsiapa mengucapkan ’laa ilaaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ’ala kulli syay-in qodiir’ [tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya kerajaan dan segala pujian. Dia-lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu] dalam sehari sebanyak 100 kali, maka baginya sama dengan sepuluh budak (yang dimerdekakan, pen), dicatat baginya 100 kebaikan, dihapus darinya 100 kejelekan, dan dia akan terlindung dari setan pada siang hingga sore harinya, serta tidak ada yang lebih utama darinya kecuali orang yang membacanya lebih banyak dari itu.” (HR. Bukhari no. 3293 dan HR. Muslim no. 7018)

Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ adalah Kunci 8 Pintu Surga, orang yang mengucapkannya bisa masuk lewat pintu mana saja yang dia sukai

Dari ’Ubadah bin Shomit radhiyallahu ’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

Barangsiapa mengucapkan ’saya bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, dan (bersaksi) bahwa ’Isa adalah hamba Allah dan anak dari hamba-Nya, dan kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam serta Ruh dari-Nya, dan (bersaksi pula) bahwa surga adalah benar adanya dan neraka pun benar adanya, maka Allah pasti akan memasukkannya ke dalam surga dari delapan pintu surga yang mana saja yang dia kehendaki.” (HR. Muslim no. 149)

Inilah sebagian di antara keutamaan kalimat syahadat laa ilaha illallah dan masih banyak keutamaan yang lain. Namun, penjelasan ini bukanlah inti dari pembahasan kami kali ini. Setelah ini kami akan membahas mengenai syarat-syarat dari laa ilaha illallah. Karena kalimat tidaklah akan berguna melainkan dengan terpenuhi syarat-syaratnya. Nantikan artikel selanjutnya.

***

*Keterangan

Syarat Kalimat Laa Ilaha Illallah Yang Harus Dipenuhi

Telah menjelaskan mengenai keutamaan laa ilaha illallah, di mana kalimat ini adalah sebaik-baik dzikir dan akan mendapatkan buah yang akan diperoleh di dunia dan di akhirat. Namun, perlu diketahui bahwasanya kalimat laa ilaha illallah tidaklah diterima dengan hanya diucapkan semata. Banyak orang yang salah dan keliru dalam memahami hadits-hadits tentang keutamaan laa ilaha illallah. Mereka menganggap bahwa cukup mengucapkannya di akhir kehidupan –misalnya-, maka seseorang akan masuk surga dan terbebas dari siksa neraka. Hal ini tidaklah demikian.

Semua muslim pasti telah memahami bahwa segala macam bentuk ibadah tidaklah diterima begitu saja kecuali dengan terpenuhi syarat-syaratnya. Misalnya saja shalat. Ibadah ini tidak akan diterima kecuali jika terpenuhi syaratnya seperti wudhu. Begitu juga dengan puasa, haji dan ibadah lainnya, semua ibadah tersebut tidak akan diterima kecuali dengan memenuhi syarat-syaratnya. Maka begitu juga dengan kalimat yang mulia ini. Kalimat laa ilaha illallah tidak akan diterima kecuali dengan terpenuhi syarat-syaratnya.

Oleh karena itu, para ulama terdahulu (baca : ulama salaf) telah mengisyaratkan kepada kita mengenai pentingnya memperhatikan syarat laa ilaha illallah. Lihatlah di antara perkataan mereka berikut ini.

Al Hasan Al Bashri rahimahullah pernah diberitahukan bahwa orang-orang mengatakan,”Barangsiapa mengucapkan laa ilaha illallah maka dia akan masuk surga.” Lalu beliau rahimahullah mengatakan, ”Barangsiapa menunaikan hak kalimat tersebut dan juga kewajibannya, maka dia akan masuk surga.”

Wahab bin Munabbih telah ditanyakan,”Bukankah kunci surga adalah laa ilaha illallah?” Beliau rahimahullah menjawab,”Iya betul. Namun, setiap kunci itu pasti punya gerigi. Jika kamu memasukinya dengan kunci yang memiliki gerigi, pintu tersebut akan terbuka. Jika tidak demikian, pintu tersebut tidak akan terbuka.” Beliau rahimahullah mengisyaratkan bahwa gerigi tersebut adalah syarat-syarat kalimat laa ilaha illallah.

Mengenal Syarat Laa Ilaha Illallah

Dari hasil penelusuran dan penelitian terhadap Al Qur’an dan As Sunnah, para ulama akhirnya menyimpulkan bahwa kalimat laa ilaha illallah tidaklah diterima kecuali dengan memenuhi tujuh syarat berikut :

[1]      Mengilmui maknanya yang meniadakan kejahilan (bodoh)

[2]      Yakin yang meniadakan keragu-raguan

[3]      Menerima yang meniadakan sikap menentang

[4]      Patuh yang meniadakan sikap meninggalkan

[5]      Jujur yang meniadakan dusta

[6]      Ikhlas yang meniadakan syirik dan riya’

[7]      Cinta yang meniadakan benci

Penjelasan ketujuh syarat di atas adalah sebagai berikut.

Syarat pertama adalah mengilmui makna laa ilaha illallah

Maksudnya adalah menafikan peribadahan (penghambaan) kepada selain Allah dan menetapkan bahwa Allah satu-satunya yang patut diibadahi dengan benar serta menghilangkan sifat kejahilan (bodoh) terhadap makna ini.

Allah Ta’ala berfirman,

 “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada sesembahan yang benar selain Allah.” (QS. Muhammad [47] : 19)

Begitu juga Allah Ta’ala berfirman,

 “Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa’at ialah) orang yang mengakui dengan benar (laa ilaha illallah) dan mereka meyakini(nya).” (QS. Az Zukhruf : 86)

 “Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az Zumar [39] : 9)

 “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fathir [35] : 28)

Dalam kitab shohih dari ‘Utsman, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 “Barangsiapa mati dalam keadaan mengetahui bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah, maka dia akan masuk surga.” (HR. Muslim no.145)

Syarat kedua adalah meyakini kalimat laa ilaha illallah

Maksudnya adalah seseorang harus meyakini kalimat ini seyakin-yakinnya tanpa boleh ada keraguan sama sekali. Yakin adalah ilmu yang sempurna.

Allah Ta’ala memberikan syarat benarnya keimanan seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya, dengan sifat tidak ada keragu-raguan. Sebagaimana dapat dilihat pada firman Allah,

 “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al Hujurat [49] : 15)

Apabila seseorang ragu-ragu dalam keimanannya, maka termasuklah dia dalam orang-orang munafik –wal ‘iyadzu billah [semoga Allah melindungi kita dari sifat semacam ini]. Allah Ta’ala mengatakan kepada orang-orang munafik tersebut,

 “Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya.”(QS. At Taubah : 45)

Dalam beberapa hadits, Allah mengatakan bahwa orang yang mengucapkan laa ilaha illallah akan masuk surga dengan syarat yakin dan tanpa ada keraguan.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 “Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah. Tidak ada seorang hamba pun yang bertemu Allah (baca: meninggal dunia) dengan membawa keduanya dalam keadaan tidak ragu-ragu kecuali Allah akan memasukkannya ke surga” (HR. Muslim no. 147)

Dari Abu Hurairah juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّى رَسُولُ اللَّهِ لاَ يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فَيُحْجَبَ عَنِ الْجَنَّةِ

Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah dan aku adalah utusan Allah. Seorang hamba yang bertemu Allah dengan keduanya dalam keadaan tidak ragu-ragu, Allah tidak akan menghalanginya untuk masuk surga.” (HR. Muslim no. 148)

Syarat ketiga adalah menerima kalimat laa ilaha illallah

Maksudnya adalah seseorang menerima kalimat tauhid ini dengan hati dan lisan, tanpa menolaknya.

Allah telah mengisahkan kebinasaan orang-orang sebelum kita dikarenakan menolak kalimat ini. Lihatlah pada firman Allah Ta’ala,

 “Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”.(Rasul itu) berkata: “Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?” Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya.” Maka Kami binasakan mereka maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan itu.” (QS. Az Zukhruf [43] : 23-25)

Dalam kitab shohih dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,

« مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا ، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا ، وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى ، إِنَّمَا هِىَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً ، وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقِهَ فِى دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ ، فَعَلِمَ وَعَلَّمَ ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا ، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ » .

Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang aku bawa dari Allah adalah seperti air hujan lebat yang turun ke tanah. Di antara tanah itu ada yang subur yang dapat menyimpan air dan menumbuhkan rerumputan. Juga ada tanah yang tidak bisa menumbuhkan rumput (tanaman), namun dapat menahan air. Lalu Allah memberikan manfaat kepada manusia (melalui tanah tadi, pen); mereka bisa meminumnya, memberikan minum (pada hewan ternaknya, pen) dan bisa memanfaatkannya untuk bercocok tanam. Tanah lainnya yang mendapatkan hujan adalah tanah kosong, tidak dapat menahan air dan tidak bisa menumbuhkan rumput (tanaman). Itulah permisalan orang yang memahami agama Allah dan apa yang aku bawa (petunjuk dan ilmu, pen) bermanfaat baginya yaitu dia belajar dan mengajarkannya.  Permisalan lainnya adalah permisalah orang yang menolak (petunjuk dan ilmu tadi, pen) dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku bawa.” (HR. Bukhari no. 79 dan Muslim no. 2093. Lihat juga Syarh An Nawawi, 7/483 dan Fathul Bari , 1/130)

Syarat keempat adalah inqiyad (patuh) kepada syari’at Allah

Maksudnya adalah meniadakan sikap meninggalkan yaitu seorang yang mengucapkan laa ilaha illallah haruslah patuh terhadap syari’at Allah serta tunduk dan berserah diri kepada-Nya. Karena dengan inilah, seseorang akan berpegang teguh dengan kalimat laa ilaha illallah.

Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى

Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.” (QS. Luqman [31] : 22). Yang dimaksudkan dengan ‘telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh’ adalah telah berpegang dengan laa ilaha illallah.

Dalam ayat ini, Allah mempersyaratkan untuk berserah diri (patuh) pada syari’at Allah dan inilah yang disebut muwahhid (orang yang bertauhid) yang berbuat ihsan (kebaikan). Maka barangsiapa tidak berserah diri kepada Allah maka dia bukanlah orang yang berbuat ihsan sehingga dia bukanlah orang yang berpegang teguh dengan buhul tali yang kuat yaitu kalimat laa ilaha illallah. Inilah makna firman Allah pada ayat selanjutnya,

وَمَنْ كَفَرَ فَلَا يَحْزُنْكَ كُفْرُهُ إِلَيْنَا مَرْجِعُهُمْ فَنُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ (23) نُمَتِّعُهُمْ قَلِيلًا ثُمَّ نَضْطَرُّهُمْ إِلَى عَذَابٍ غَلِيظٍ (24)

Dan barangsiapa kafir (tidak patuh) maka kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu. Hanya kepada Kami-lah mereka kembali, lalu Kami beritakan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati. Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras.” (QS. Luqman [31] : 23-24).

(Jadi perbedaan qobul [menerima, syarat ketiga] dengan inqiyad [patuh, syarat keempat] adalah sebagai berikut. Qobul itu terkait dengan hati dan lisan. Sedangkan inqiyad terkait dengan ketundukkan anggota badan,ed).

Syarat kelima adalah jujur dalam mengucapkannya

Maksudnya adalah seseorang yang mengucapkan kalimat ikhlas laa ilaha illallah harus benar-benar jujur (tidak ada dusta) dalam hatinya dan juga diikuti dengan pembenaran dalam lisannya.

Oleh karena itu, Allah mencela orang-orang munafik -karena kedustaan mereka- pada firman-Nya,

Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian ,” pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit , lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (QS. Al Baqarah [2] : 8-10).

Begitu juga pada firman-Nya,

 “Apabila orang-orang munafik datang kepadamu, mereka berkata: “Kami mengakui, bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul Allah”. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya; dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafik itu benar-benar orang pendusta.” (QS. Al Munafiqun [63] : 1)

Untuk mendapatkan keselamatan dari api neraka tidak hanya cukup dengan mengucapkan kalimat tauhid tersebut, tetapi juga harus disertai dengan pembenaran (kejujuran) dalam hati. Maka semata-mata diucapkan tanpa disertai dengan kejujuran dalam hati, tidaklah bermanfaat.

Lihatlah hadits dari Mu’adz bin Jabal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلاَّ حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ

Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya dengan kejujuran dari dalam hatinya, kecuali Allah akan mengharamkan neraka baginya.” (HR. Bukhari  no. 128)

Syarat keenam adalah ikhlas dalam beramal

Maksudnya adalah seseorang harus membersihkan amal -dengan benarnya niat- dari segala macam kotoran syirik.

Allah Ta’ala berfirman,

أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ

Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah ketaatan (baca: ibadah) yang ikhlas (bersih dari syirik).” (QS. Az Zumar [39] : 3)

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas (memurnikan) keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah [98] : 5)

فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ

Maka sembahlah Allah dengan ikhlas (memurnikan) keta’atan kepada-Nya.” (QS. Az Zumar [39] : 2)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ

Orang yang berbahagia karena mendapat syafa’atku pada hari kiamat nanti adalah orang yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas dalam hatinya atau dirinya.” (HR. Bukhari no. 99)

Syarat ketujuh adalah mencintai kalimat laa ilaha illallah

Maksudnya adalah seseorang yang mengucapkan kalimat ini mencintai (tidak benci pada) Allah, Rasul dan agama Islam serta mencintai pula kaum muslimin yang menegakkan kalimat ini dan menahan diri dari larangan-Nya. Dia juga membenci orang yang menyelisihi kalimat laa ilaha illallah, dengan melakukan kesyirikan dan kekufuran yang merupakan pembatal kalimat ini.

Yang menunjukkan adanya syarat ini pada keimanan seorang muslim adalah firman Allah Ta’ala,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ

Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al Baqarah [2] : 165)

Dalam ayat ini, Allah mengabarkan bahwa orang-orang mukmin sangat cinta kepada Allah. Hal ini dikarenakan mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun dalam cinta ibadah. Sedangkan orang-orang musyrik mencintai sesembahan-sesembahan mereka sebagaimana mereka mencintai Allah. Tanda kecintaan seseorang kepada Allah adalah mendahulukan kecintaan kepada-Nya walaupun menyelisihi hawa nafsunya dan juga membenci apa yang dibenci Allah walaupun dia condong padanya. Sebagai bentuk cinta pada Allah adalah mencintai wali Allah dan Rasul-Nya serta membenci musuhnya, juga mengikuti Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, mencocoki jalan hidupnya dan menerima petunjuknya.

(Pembahasan syarat laa ilaha illallah ini diringkas dari dua kitab: (1) Ma’arijul Qobul, I/ 327-332 dan (2) Fiqhul Ad’iyyah wal Adzkar, I/180-184)

Inilah syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seseorang bisa mendapatkan keutamaan laa ilaha illallah. Jadi, untuk mendapatkan keutamaan-keutamaan laa ilaha illallah bukanlah hanyalah di lisan saja, namun hendaknya seseorang memenuhi syarat-syarat ini dengan amalan/ praktek (tanpa mesti dihafal). Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mampu meyakini makna kalimat tauhid, mengamalkan konsekuensi-konsekuensinya dalam perkataan maupun perbuatan, dan semoga kita mati dalam keadaan mu’min.

Featured post

Umroh 2019

#Umroh 2019
#babussalam an nahdliyyah
#ppkauman
#lasem

Paket hemat 10 hari
Pesawat saudia airlines
Langsung tanpa transit
Surabaya – madinah

Seat terbatas
Book now

Berangkat awal april 2019

Featured post

PP Kauman Lasem Gelar Musabaqah ‘Ilmiyyah 2018

PP Kauman Lasem Gelar Musabaqah ‘Ilmiyyah 2018
Pondok Pesantren Kauman Lasem menggelar Musabaqah ‘ilmiyyah bagi santri pondok dan siswa tingkat Aliyah se-Kabupaten Rembang, pada sabtu 28 April 2018.

Musabaqah ‘Ilmiyyah itu melombakan musabaqah Qiraatil kutub dan Khitabah Bahasa Arab yang diikuti oleh ratusan santri dan siswa dari berbagai kecamatan se-kabupaten Rembang.

Tujuan kegiatan Musabaqah Ilmyyah yang kami gelar ini untuk mempertahankan tradisi lama. Sebab tradisi salaf ini sudah ada dirasa cukup baik

Hal tersebut disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren Kauman Lasem KH.Za’im Ahmad Ma’shoem saat memberikan sambutan dihadapan ratusan santri dan siswa dari berbagai pondok pesantren dan sekolah peserta lomba Musabaqah Ilmyyah di ponpes setempat.

“Mempertahankan tradisi lama yang baik dan tidak menjadikan menutup dari hal baru yang lebih baik. Baik itu pengetahuan dan sistem pembelajaram ponpes,”urainya

Di sisi lain, ia juga mengungkapkan bahwa saat ini kebanyakan pengetahuan telah didominasi dengan sistem yang modern.

“Saat ini memang telah didominasi sistem modern dan ini baik dan bagus. Dan yang saya sayangkan ialah ala pesantren kuno semakin terpinggirkan. Namun rata rata yang dilombakan sistem baru atau modern, namun sistem kuno ditinggalkan,”keluhnya

Sementara itu salah satu panitia lomba Abdul Qohar mengatakan, memaknai kitab fatkhul qorib dengan makna gandul ini nantinya bakal ditest oleh dewan juri.

“Setelah dimaknani sesuai dengan tema pengetahuan atau materinya, nanti peserta bakal ditest, diuji oleh dewan juri mengenai pemahamannya,”katanya.

Dalam uji coba tersebut, setiap peserta diberikan waktu 10 menit. Waktu tersebut terbagi dalam beberapa season.

“Season pertama menjelaskan dengan cara memaknai gandul atau salaf ke kitab, setelah itu, dewan juri menguji peserta dan tanya jawab,”urainya.

Selain lomba memaknai kitab salaf dengan cara makna gandul, musabaqah ilmiyyah juga ada lomba khitobah bahasa arab atau pidato bahasa arab.
“Yang pidato bahasa Arab kita mempunyai 3 tema. Diantaranya yakni urgensi bahasa Arab, akhlaqul kharimah dan menciptakan generasi isalami,”ujarnya.

salah satu juri Hamzah Iklil mengatakan, dalam musabaqah qiraatil kutub, santri diwajibkan menyampaikan kitab kuning. “metode yang di gunakan metode klasik, yaitu pembacaan dengan menyertkan tarkib lengkap khas pesantren salafiyyah, kemudian diberi penjelasan.” terang dia.

Terbaik

Setelah seharian berlomba, Khirzul amani dari MA Al Anwar Sarang terpilih sebagai terbaik dalam musabaqah qiraatil kutub. Terbaik kedua dan ketiga, diraih Siti Nur Azizah dari PP. Al Musthofa Lodan dan Mafaachir dari PP. Bustanul Ulum Sedan.

Dalam Lomba Khitabah Bahasa Arab, Nihayatul Ummiyah dari Madarasah Aliyah Al Manar Menoro Sedan menjadi yang terbaik. Sedangkan Siti Nur Faizah dan Imamuddin, keduanya dari PP Al Musthofa Lodan Sarang, mnjadi yang terbaik kedua dan ketiga.

Pengasuh PP Kauman Lasem, KH M. Za’im Ahmad (Gus Zaim) mengapresiasi peserta musabaqah ‘ilmiyyah itu. ” Antusias, minat dan prestasi semua peserta lomba sangat membahagiakan. Tak hanya peserta, banyak santri dan guru pembimbing yang hadir menonton dan menyimak”

beliau menambahkan, PP Kauman Lasem akan berusha melestarikan tradisi musabaqah ‘ilmiyyah itu dikemudian hari.

Kegiatan lomba kali pertama digelar ini tentunya bakal dilakukan tiap tahun. Mengingat saat ini perkembangan pengetahuan semakin pesat. Terlebih perkembangan pengetahuan modern.
Lanjutkan membaca “PP Kauman Lasem Gelar Musabaqah ‘Ilmiyyah 2018”

Featured post

KETIKA AIR BERUBAH

Pada zaman dahulu, Kidir, Guru Musa, memberi peringatan
kepada manusia. Pada hari tertentu, katanya, semua air
didunia yang tidak disimpan secara khusus akan lenyap.
Sebagai gantinya akan ada air baru, yang mengubah manusia
menjadi gila.

Hanya seorang yang menangkap makna peringatan itu. Ia
mengumpulkan air dan menyimpannya di tempat yang aman.
Ditunggunya saat yang di sebut-sebut itu.

Pada hari yang dipastikan itu, sungai-sungai berhenti
mengalir, sumur-sumur mengering. Melihat kejadian itu, orang
yang menangkap makna peringatan itupun pergi ketempat
penyimpanan dan meminum airnya.

Ketika dari tempat persembunyiannya itu ia menyaksikan air
terjun kembali memuntahkan air, orang itu pun menggabungkan
dirinya kembali dengan orang-orang lain. Ternyata mereka itu
kini berpikir dan berbicara dengan cara sama sekali lain
dari sebelumnya; mereka tidak ingat lagi apa yang pernah
terjadi, juga tidak ingat sama sekali bahwa pernah mendapat
peringatan. Ketika orang itu mencoba berbicara dengan
mereka, ia menyadari bahwa ternyata mereka telah
menganggapnya gila. Terhadapnya, mereka menunjukkan rasa
benci atau kasihan, bukan pengertian.

Mula-mula orang itu tidak mau minum air yang baru; setiap
hari ia pergi ke tempat persembunyiannya, minum air
simpanannya. Tetapi, akhirnya ia memutuskan untuk meminum
saja air baru itu; ia tidak tahan lagi menderita kesunyian
hidup; tindakan dan pikirannya sama sekali berbeda dengan
orang-orang lain. Ia meminum air baru itu, dan menjadi
seperti yang lain-lain. Ia pun sama sekali melupakan air
simpanannya, dan rekan rekannya mulai menganggapnya sebagai
orang yang baru saja waras dari sakit gila.

Catatan

Orang yang dianggap menciptakan kisah ini, Dhun-Nun, seorang
Mesir (meninggal tahun 860), selalu dihubung-hubungkan
dengan suatu bentuk Perserikatan Rahasia. Ia adalah tokoh
paling awal dalam sejarah Kaum Darwis Malamati, yang oleh
para ahli Barat sering dianggap memiliki persamaan yang erat
dengan keahlian anggota Persekutuan Rahasia. Konon, Dhun-Nun
berhasil menemukan arti hieroglip Firaun.

Versi ini dikisahkan oleh Sayid Sabir Ali-Syah, seorang
ulama Kaum Chishti, yang meninggal tahun 1818.

Featured post

Bukan Jalan Tikus

Angin malam mengelus kaki yang telanjang tanpa alas kaki. Pohon-pohon berayun mengikuti arah angin. Beberapa daun terjatuh dari pohonnya. Pada saat itu juga, perempuan cantik sedang meratapi nasib sebagai manusia yang ditakdirkan sang Pencipta mengidap penyakit Agoraphobia. Dunia medis menyebutnya dengan kata tersebut.

Perkenalkan, namaku Eliana Putri. Biasa dipanggil dengan sebutan Ana. Aku tinggal bersama bunda dan kakak perempuanku yang bernama Sena Anantasya. Sejak ayah menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya. Meninggalkan keluargaku tanpa pemimpin. Karena kejadian 6 tahun silam. Pengeroyokan tanpa sebab, dan ayahku korbannya. Aku terlalu takut. Takut untuk berhadapan dengan dunia luar. Dokter mengatakan, bahwa Aku menderita gangguan cemas yang menyebabkanku merasa panik jika berada dalam keramaian.

“Ana.” Suara lembut terdengar ditelinga membuatku menoleh. Ternyata itu Bunda. Bunda tersenyum sendu menatapku. Kemudian, berjalan mendekat. “Ana…Ana kenapa di sini? Ayo tidur! Sudah malam nak,”

Bukannya menjawab, Aku malah meneteskan air mata. Bunda langsung memelukku. “Bun… maafkan Ana. Ana tidak….”

Bunda memotong perkataanku di saat satu kaliamat belum selesai terucap.

“Tidak apa-apa, Sayang. Bunda mengerti, kamu jangan menyerah! Tetap semangat!” Aku hanya menjawab dengan sebuah anggukan. Bundaku memang begitu. Selalu saja memberikan pengertian dan semangat. Sebesar atau sekecil apa pun kesalahan yang kubuat, Bunda pasti mengerti. Bunda mengalihkan pandangan. Nafasnya diembuskan secara perlahan. Aku tahu Bunda kecewa denganku, namun dia berusaha untuk  menyembunyikannya.

 Aku dan Bunda masuk ke kamar karena sudah larut malam.

 “Selamat tidur, Sayang!” ucap Bunda.

“Selamat tidur, Bunda! Maafkan Aku,” ucapku lirih.

Setelah Bunda keluar dari kamarku, kepalaku tertunduk. Aku merasa sangat bersalah karena membuat Bunda keceawa untuk yang kesekian kalinya. Namun aku juga terlalu takut, jika harus keluar ke dunia yang menurutku tidak aman. Aku takut terhadap semua kemungkinan buruk yang bisa saja menimpaku. Ya, peristiwa tadi pagi telah membuatku hati pontang-panting tidak nyaman. Aku telah melakukan terapi untuk kesehatanku. Namun gagal, aku masih belum bisa melawan ketakutanku.

                                                            ***

Fajar telah menghilang, tetapi matahari belum juga menunjukkan tanda-tanda kehadirannya. Aku bingung harus berbuat apa. Tidak ada pekerjaan yang kulakukan.

Ctaaar.

Terdengar suara gelas terpelanting di lantai tanpa dosa. Menjadi korban pertengkaran antara Bunda dan Kakakku yang hampir sering aku dengar.

“Bunda mau Ana seperti ini terus? Apakah Bunda tidak mau melihat Ana seperti anak-anak yang bisa meraih mimipinya tanpa takut?” cerca Kak Sena. Bunda hanya diam seribu bahasa. Di dalam hati. Aku tahu bahwa Bunda ingin sekali aku sembuh. Tapi Bunda tidak pernah menggunakan cara kasar atau memaksaku untuk sembuh.

“Sekolahkan Ana, Bun! Sampai kapan dia seperti ini terus? Tidak pernah melakukan aktivitas apapun. Bagaimana masa depannya?” Setelah mendengar semua apa yang diucapkan Kak Sena. Bunda meninggalkan Kak Sena seorang diri, menuju dapur untuk melanjutkan kegiatannya.

Tanpa aku sadari, air mata menetes di pipiku deras bak hujan lebat di Jakarta yang membuat banjir di sekitarnya. Aku tidak bisa membendung air mataku lagi. Mendengar pertengkaran Bunda dan Kakak hanya karena aku. Aku tidak bisa menahan semua beban dan penyakit ini. Aku ingin sembuh! Aku ingin sehat seperti anak-anak di luar sana! “Ya Tuhan, tolong angkat penyakit ini dari dalam diri hamba.”

Terdengar azan zuhur di Masjid yang sangat indah. Melantunkan lafad-lafad Allah. Kuambil air wudhu, dan kuhadapkan wajahku kepada-Nya. Tak lama kemudian jam makan siang tiba. Aku dan keluargaku berkumpul tanpa harus dipanggil. Kututupi wajah sedih ini dengan senyum agar Bunda dan Kakakku tidak mengetahui perasaanku yang kusimpan selama ini. Seusai acara makan siang. Aku menghelakan nafas lega dan langsung menuju kamar.

Suara Kak sena yang memanggil namaku yang membuat aku berhenti

“Ana.”

“Iya, Kak Sena?” jawabku dengan menoleh.

“Kakak bisa minta tolong sama kamu tidak?”

“Minta tolong apa, Kak?”

“Tolong Kakak belikan pulsa di warung Mbok Sinah di dekat Gang Mawar!”

“Eng..gimana ya, Kak. Ana takut,” jawabku dengan nada memelas. Tanpa menunggu jawaban Kak Sena, aku segera melangkah pergi.

“ANA. Mau kamu apa sih? Mengapa kamu tidak pernah mau melawan rasa takut kamu sama dunia luar? Mengapa???”

Emosinya tampak meluap seperti air mendidih di atas api yang panas. Spontan, aku menunduk. Dia memberi tatapan tajam padaku. Bunda hanya terdiam. Aku mengerti tidak ada yang bisa meredamkan emosi Kak Sena kecuali Ayah.

“A…aku juga tidak mau punya fobia ini, Kak,” jawabku terbata.

“Oh, jadi kamu tidak mau punya fobia itu? Namun yang Kakak lihat, kamu nyaman-nyaman saja tuh sama fobiamu. Tidak ada rasa mau menaklukan sama sekali. “

Aku terdiam, enggan menjawab perkataan Kak Sena yang kuakui benar adanya. Raut wajahnya tetap memancaarkan sebuah kemarahan. Tanganmya bersedekap dan mata itu tetap fokus menatapku. “Penuhi permintaan Kakak kalau kamu memang punya niat buat menaklukan rasa takutmu!”

Mendengar permintaan Kak Sena, pikiranku langsung tertuju dunia luar. Aku sangat takut. Aku merasa sangat tidak percaya diri. “Bagaimana jika orang-orang mengeroyokku tanpa sebab?” pikirku dalam diam.

“Mengapa? Tidak berani, ya?” Tanya Kak Sena dengan intonasi yang sedikit naik. Aku tidak ingin menanggapinya. Apakah dia tidak memikirkan, bagaimana perasaanku saat mendengarnya? Sakit, hancur. Dadaku menjadi sedikit sesak.

“Sudah kuduga, kamu pasti tidak akan sanggup.”

Kak Sena mulai meninggalkan aku disertai cibirannya yang semakin membuat telinga ini menjadi perih. Bunda menghampiriku dan memelukku erat. Seperti memberi semangat dari dalam. Namun aku tidak bisa berkata-kata. Kecuali air mata yang bisa mewakilkan perasaanku.

                                                            ***

Hari-hari pun berlalu, tapi bagiku tak ada bedanya. Aku masih memikirkan bagaimana cara untuk sembuh. Dan perkataan-perkataan Kak Sena yang membekas dihati. Aku merasa lemah. Pandanganku kosong seperti orang yang sudah tidak punya harapan hidup.

“Ana sayang…” suara Bunda yang ceria membubarkan lamunanku.

“Ada apa, Bun? Kelihatannya bahagia sekali,” jawabku dengan melas.

“Bunda punya kabar baik buat Ana,”

“Apa Bun?” tanyaku penasaran.

“Kamu mau tidak Bunda pondokkan?”

“Ha…Pondok?”

‘Iya, Pondok adalah tempat yang pas buat Ana melatih keberanian menghadapi dunia luar. Kamu jangan takut. Di sana nanti banyak orang yang baik sama Ana.”

“Bunda bercanda?”

“Tidak, Sayang. Bunda yakin, kalau Ana mondok bisa melawan rasa takut itu. Dan bisa meraih mimpi untuk masa depan Ana.”

“Mmm…gimana ya, Bun, Ana pikir-pikir dulu, ya?”

“Oke Sayang. Semoga kamu mau, biar kakakmu tidak marah-marah terus.” Bunda mengatakan dengan wajah sumringah. Dan meninggalkan aku sendiri untuk memikirkan tawaran Bunda tadi.

                                                            ***

Malam yang indah. Banyak bintang bertaburan bebas di langit. Udara yang biasanya menusuk relung hatiku kini berubah menjadi hangat. Melihat senyum Bunda dan Kak Sena yang seindah bintang. Ya, Aku memberi kabar bahwa aku mau untuk dipondokkan. Dan itu kabar baik buat Bunda dan Kakakku. Meski hati ini takut, namun akau akan melawan dan segera menepisnya. Aku ingat sekali setelah aku mencari info tentang penyakitku disebuah laman. Seperti melihat cahaya di sana. Aku semangat untuk melawan penyakitku. Dan kutemukan sebuah kata yang memotivasiku. Kekurangan adalah anugerah. Hanya tekad yang kuatlah yang bisa membuat seseorang sembuh, dan dengan atas izin Allah.

Pagi yang cerah. Matahari memancarkan sinarnya. Dengan semangat aku menunggu Bunda di teras untuk menanyakan tentang aku mau dipondokkan di mana.

“Bunda…”  panggil aku dengan semangat.

“Iya sayang, ada apa?” tanya bunda antusias.

“Bunda mau memondokkan aku di mana?”

“Oh…Bunda akan memondokkan kamu di sebuah pondok pesantren yang sangat nyaman dan indah,”  jelas bunda dengan semangat.

“Di mana, Bun, tempatnya?” tanyaku tak kalah semangat dari Bunda.

“Tempatnya ada di jantung kota Lasem, persisnya di Kauman, Desa Karangturi Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Jawa Tengah. Banyak orang menyebutnya dengan kota toleransi. Bunda membayangkan betapa nyamannya dan tentramnya hidup di sana. Pondoknya unik, Ana,” jelas Bunda.

Masih mendengarkan dengan saksama, dan kubertanya. “Unik bagaimana, Bun?”

“Iya unik, pondok tersebut dibangun di tengah-tengah komunitas non-muslim. Banyak orang bermata sipit di sana. Masyarakat lasem menyebutnya kawasan tersebut dengan pecinan. Mereka hidup di sana berdampingan nyaman dan tentram. Berbeda dengan di sini nak. Toleransi sosial agama di sana dijunjung tinggi oleh warga pesantren maupun penduduk sekitarnya. Sifat saling menghargai kebebasan beragama, kemajemukan dan hak asasi, menjadi terciptanya lingkungan yang kondusif,” jelas Bunda dengan detail.

“Waw… sepertinya seru ya Bun?” terpukaulah aku dengan cerita Bunda. “Dari mana Bunda tahu tentang pondok pesantren tersebut dan apa namanya Bun?” tanyaku penasaran.

“Nama pondok tersebut adalah Pondok Pesantren Kauman Lasem. Bunda dikasih tahu oleh teman bunda SMP, dan kebetulan alumni sana, Nak.”

Tanpa kusadari, Kak Sena ikut menyimak Bunda dan bertanya.

“Kapan Ana berangkat Bun?”

Aku dan Bunda menoleh. Dan dijawab Bunda.

“Ana berangkat 3 hari lagi Sen. Jadi kamu bantuin Ana untuk bersiap-siap, apa saja yang diperlukan  untuk dibawa ke pondok”

“Siap, Bunda.” jawab Kak Sena semangat.

Kita bertiga tertawa melihat tingkah kakakku yang berubah menjadi baik dan konyol.

                                                            ***

Tiga hari berlalu cepat. Hari di mana aku akan melawan penyakitku, melawan rasa takut pada dunia luar.

“Ana … Kakak punya sesuatu buat kamu.” ucap Kak Sena memecah keheningan di dalam mobil.

“Apa Kak?” kubertanya dengan lembut.

“Ini adalah buku warna, dengan bantuan buku ini kamu bisa mengelola stres atau ketakutanmu lewat sini. Ekspresikan amarahmu di sini Na. Ini adalah salah satu terapi untuk menyembuhkan penyakitmu. Dan serta berhenti memikirkan masalahmu.”

Tersenyumlah aku. Aku tahu bahwa kakakku adalah kakak yang baik. Bukan yang selalu membanting gelas dan marah-marah.

“Terima kasih, Kak.” jawabku senang.

Pada saat itu juga, mobil yang dikendarai oleh sopir taksi berhenti di depan pondok pesantren. Aku menguatkan tekad dengan sepenuh hati, untuk membuka pintu mobil.

“Demi kesembuhanku aku harus melawannya,” batinku.

Akhirnya, aku telah berhasil membuka pintu mobil. Diam. Aku melihat sekitar lingkungan pondok yang terlihat asri dan indah. Banyak bangunan Cina yang membuat keunikan di sini.

“Ana, ayo turun! Bunda yakin kamu bisa!” Bunda meyakinkanku. Bunda tahu bahwa apa yang aku pikirkan dan rasakan.

“Eh…iya Bun, Ana akan melawannya,” jawabku dengan ragu.

Dan digandengnya aku sama bunda dan kakak. Tiba-tiba bayangan masa lalu datang. Ayah dikeroyok. Namun, aku segera menepisnya. Akhirnya aku bisa sampai depan pondok dan menuju ndalem. Aku, Bunda, dan Kak Sena bertamu di sana.

Dengan ramah Bu Nyai menyambut kita dan menjamu dengan baik. Tiba-tiba aku merasakan kenyamanan di sini. Tidak ada rasa takut itu lagi. Bunda menjelaskan  tentang penyakitku kepada Bu Nyai, agar tidak kaget ketika penyakitku kambuh. Dan Bu Nyai menerima kekuranganku.

Hari mulai sore. Matahari mulai menenggelamkan diri. Setelah berbincang-bincang dengan Bu Nyai selesai. Dan urusan daftar pondok dan sekolah beres. Bunda dan Kak Sena berpamitan kepadaku untuk meninggalkan aku di pondok.

“Anakku Sayang, yang pinter, ya, mondoknya! Semoga dengan kamu di sini kamu bisa sembuh dan meraih mimpi-mimpimu. Bunda yakin kamu punya mimpi yang besar,” ucap Bunda kepadaku dengan menahan tangis di pelupuk matanya, begitupun Kak Sena. Aku bisa melihatnya.

“Iya, Bun. Ana pasti bisa. Ana ingin membahagiakan Bunda, Kak Sena, dan juga Ayah. Ana capek mengecewakan kalian terus.” Itu yang kukatakan pada Bunda dan Kak Sena. Aku tidak boleh lemah. Apalagi di depan mereka. Meski di lubuk hati, aku ingin menjerit.

Bunda dan Kak Sena mulai masuk ke dalam mobil. Aku berada di seberangnya menunggu mobil tersebut hilang tanpa menyisakan bayangan. Mobil belum berjalan. Tiba-tiba ada motor yang dikendarai anak muda, melaju dengan cepat dan menyerempetku.

Braaakkk…

Aku berguling di jalanan. Aku melihat Bunda dan Kak Sena berteriak histeris. Tapi tangan dan kakiku terasa bergetar hebat. Penglihatanku mulai tergangu karena air mata ketakutan. Ya, penyakit itu lagi-lagi kambuh. Seketika itu para santri berkumpul mengelilingiku. Aku hanya bisa menunduk. Mulutku mulai meracau di dalam pikiranku.

“Apa yang mereka lakukan? Apakah mereka akan menyakitiku? Apakah mereka akan mengeroyokku, seperti ayah?”

Ketika ada santri yang mulai mendekat untuk menolongku. Aku berteriak histeris. “Jangan sakiti aku! Aku mohon… jangan bunuh aku! Jangan membuatku malu! Aku mohon jangan….”

Para santri terheran melihat tingkah dan sikapku seperti itu. Bunda dan Kak Sena berlari membubarkan segerombolan santri yang mau menolongku. Dan memelukku erat. Dan pada saat itu, aku merasakan kenyamanan itu kembali. Tak ada rasa takut. Tepat di situ Tuhan telah manarik jiwaku menuju batas langit tertinggi. Menuju kehidupan yang abadi dan berpisah dengan keluarga yang aku sayangi. Aku menjemputmu Ayah.

Bukan lantas diam. Kau harus tetap berjalan. Kuasa Tuhan bekerja dengan cara yang tak pernah terduga. Kau hanya perlu percaya dan tawakal.

                                                -SELESAI-

Cerita Pendek oleh Hidayatus Sholikhah

MA AL HIDAYAT LASEM

Pondok Pesantren Kauman Lasem

Toleransi, Klik!

Kricik Kricik kricik

Bunyi gemericik air terdengar dari arah kamar mandi. Aku yang tidur di kamar paling ujung, berdampingan dengan kamar mandi, terbangun. Dan menuju ke tempat wudhu. Kutengok ke semua sudut ruangan, telah kosong. Hanya terdapat beberapa santri putri yang sedang berhalangan. Mereka masih tertidur.

Musala yang tadi sangat sepi, tiba-tiba ramai dengan para santri yang sedang melakukan kegiatan apa pun. Ada yang membaca Al-Qur’an, mengulangi pelajaran, dan masih juga ada yang tertidur. Azan subuh pun berkumandang dari musala santri putra.

 “Allahuakbar!  Allahuakbar!”

Dinda menghampiriku yang sedang membaca Al-Qur’an dan mengajakku untuk persiapan salat, serta menempati shaf paling awal.

“Fani! Ayo, sini, shaf paling depan aja,” panggilnya, dari barisan yang paling depan.

“Iya, sebentar,”  jawabku sambil berjalan menghampirinya.

Mimi pun memasuki musala putri, dan mengimami jamaah salat subuh. Mimi, panggilan akrab kami kepada beliau. Yang merupakan pengasuh kami, di Pesantren Kauman ini. Setelah selesai salat, Dinda kembali menghampiriku.

“Fani, nanti setelah mengaji Abah, kita jalan-jalan yuk!” Ajaknya.

“Okelah, sesekali saja,” jawabku.

Selang beberapa menit, suara kentongan terdengar sangat nyaring di telingaku.

Tong! tong! tong!

Suara kentongan tersebut menunjukkan, bahwa kegiatan mengaji akan segera dimulai. Memang telah menjadi ciri khas bagi Pesantren Kauman ini, setiap kegiatan yang penting, selalu menggunakan kentongan. Aku, yang kebetulan pada saat itu sedang merapaikan rak buku, merasa terburu-buru. Dan dari kejauhan, terdengar suara senior, sedang menyuruh santri yang lain untuk segera menuju ruang pengajian. Tepat saat itu, salah satu dari mereka memasuki kamarku, dan melihatku yang sedang merapikan rak buku.

“Fani! Ayo, cepat pergi ke tempat ngaji!” Perintah seniorku yang bernama mbak Annisa.

“Iya, mbak, sebentar, ini lagi kerudungan,” balasku sambil merapikan kerudung yang sedikit berantakan.

***

Menit berujung menit. Satu jam pun berlalu. Akhirnya kegiatan mengaji pun telah selesai. Akan tetapi, sebelum Abah Ahmad membubarkan pengajian, beliau sempat berbicara pada kami.

“Anak-anakku sekalian, kita hidup di pesantren ini yang mayoritas penduduknya adalah orang Cina, hendaknya kita selalu mendahulukan, menerapkan keharmonisan pada mereka, dan menjunjung tinggi rasa toleransi pada mereka. Kalian harus bisa bermasyarakat. Meskipun, hanya saling tegur sapa dengan mereka, di saat kalian sedang keluar, dan melewati perkampungan mereka. Paham, kalian?” tanya Abah.

“Insyaallah, Abah,” jawab kami serempak.

Ngaji pun telah usai, Dinda menghampiriku.

“Fani, ayo, berangkat!” ajaknya.

“Iya, sebentar,  aku ambil sandal dulu!” balasku berusaha menggunakan sandal.

Aku dan Dinda berjalan menyusuri dari gang satu ke gang lainnya, dan melihat pemandangan yang terjadi pada pagi hari ini, di kota Lasem.

 Lasem adalah kota yang indah. Lasem juga merupakan, tempat awal pendaratan orang Cina di Pulau Jawa. Karena itu, kota ini memiliki banyak perkampungan Cina dengan deretan bangunan kuno yang unik.

 Bahkan dengan penduduknya yang mayoritas adalah orang Cina, masyarakat di kota ini, sangat menjunjung tinggi sikap toleransi. Karena adanya perbedaan agama, dan budaya dalam kehidupan mereka.

 Perkampungan Cina di kota ini, Memiliki struktur bangunan yang sangat indah. Baik dari dindingnya yang menjulang tinggi seperti benteng, pintunya yang khas akan tulisan Cina, ataupun atapnya yang bernuansa campuran antara Jawa dan Cina. Apalagi di saat matahari mulai tenggelam, suasana di kampung ini sangat indah untuk didokumentasikan.

Kami pun berjalan terus, sehingga sampailah kami pada gang yang terdapat sebuah klenteng kecil. Yaitu tempat peribadahan orang Cina.

“Fan! Mau masuk apa tidak?” tanyanya padaku.

“Tidak usah, mendingan kita jalan aja terus, lihat pemandangan yang lain,” balasku padanya.

Tak terasa aku dan Dinda berjalan, kami pun tiba di perkampungan penduduk muslim. Pesantren Kauman ini selain bertetangga dengan orang Cina, juga bertetangga dengan orang muslim. Yaitu, Desa Kauman.

Ketika aku dan Dinda sedang asyik berjalan, tiba-tiba seorang ibu menghampiri kami.

“Ini, Dik, ada sedikit nasi bungkus untuk dimakan rame-rame dengan temannya, sebagai rasa syukur kami,” kata ibu tersebut sembari memberikan bungkusan.

“Terima kasih, Bu, sudah repot-repot,” jawab kami.

“Iya, sama-sama, semoga menjadi berkah ya, Dik,” ucap ibu tersebut.

“Amiin,” kami pun mengamini.

Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan untuk pulang ke pesantren.

***

Pagi ini langit terlihat cerah, awan pun tak menunjukkan akan turun hujan. Saat ini aku sedang duduk didekat jendela kelas, menatap langit yang seolah-olah tersenyum padaku.

Teeet teeet teet.

Bunyi bel terdengar dari arah kantor, para santri pun bersegera untuk memasuki kelas mereka, dan memulai pelajaran. Inilah yang kutunggu dari tadi. Yaitu, pelajaran Al-Qur’an dan hadist yang gurunya adalah pengasuh kami sendiri. pelajaran pun dimulai. Ketika di pertengahan pelajaran, beliau bercerita tentang Abah Ahmad, yang dimintai oleh orang Cina untuk berdoa di rumahnya. karena ada keluarganya yang meninggal. Kebetulan juga, pelajaran Al-Qur’an dan hadist ini membahas tentang agama Islam yang mengajarkan sikap toleransi dan menghormati satu sama lain.

Saat itu Abah sedang berbincang-bincang dengan tamu, kemudian datanglah seorang warga Cina, dan meminta kepada Abah untuk mendoakan kakaknya yang telah meninggal. Abah tampak berpikir sejenak, kemudian beliau menyetujui permintaan orang Cina tersebut. Mimi yang saat itu ikut mendengar pecakapan Abah dengan orang Cina, sangat terkejut, akhirnya Abah bercerita pada Mimi dan juga para tamu.

“Mimi, saya teringat dengan kisahnya Mbah Bisri. Mbah Bisri adalah salah satu Kyai asal Rembang. Saat itu beliau dimintai oleh seorang Cina untuk mensalatkan jasad saudaranya. Padahal saat itu Mbah Bisri sangat kebingungan, sehingga munculah ide yang membuat Mbah Bisri menyetujui orang Cina tersebut,” cerita Abah.

“Selanjutnya, bagaimana, Abah?” tanya Mimi.

“Mbah Bisri pun berkeliling pondoknya, dan mencari santri yang tidak ikut salat berjamaah asar di musala. kemudian Mbah Bisri menemukan mereka, dan menyuruh mereka untuk salat asar di rumah orang Cina, dengan niat mereka salat asar, serta mayit tidak berada di depan, akan tetapi di samping mereka. Nah, dari situlah Abah termotivasi oleh Mbah Bisri,” lanjut Abah.

 Kemudian, Abah langsung memanggil santri putra, dan menyuruh mereka untuk berdoa di rumah warga Cina, dengan niat mendoakan keluarga mereka yang telah meninggal. Orang Cina tidak akan mengerti tentang hal itu, karena yang mereka pahami adalah telah didoakan oleh santri putra.

Kemudian pelajaran Al-Qur’an dan hadits pun selesai.

“Fani!” Panggil Dinda yang sedang berdiri di depan pintu.

“Iya,” balasku.

“ Apa kamu paham, yang dibahas Mimi tadi?” tanyanya padaku.

“Iya, paham,” ucapku.

“Tolong jelaskan lagi untukku, hehehe,” pintanya sambil nyengir.

“Okelah,” balasku.

Kemudian, Dinda menghampiriku.

“Jadi begini, Mimi tadi menjelaskan pada kita, yang salah satunya tentang manusia memiliki tiga tali persaudaraan. Yaitu, tali persaudaraaan antar umat islam, tali persaudaraan antar sesama manusia, dan tali persaudaraan antar Negara. Sedangkan, yang kita bahas di kelas adalah persaudaraan antar sesama manusia. kita sebagai manusia dan juga bangsa Indonesia yang memiliki keberagaman budaya, suku, serta sumber daya yang melimpah. Apalagi dengan keragaman sukunya. salah satunya etnis Cina, yang sekarang tinggal di kota lasem. Kita diajarkan untuk saling menghormati, menghargai, dan saling tolong menolong. Seperti yang telah Mimi ajarkan tadi,” terangku padanya.

“Apa kamu masih ingat?” tanyaku.

“Sangat ingat,” jawabnya.

“Nah, itu pelajaran yang kita bahas tadi. Jadi, toleransi itu sangat penting. Namun, ada batasanya. Apa kamu tau batasan toleransi Dinda?” tanyaku lagi.

“Tidak,” jawab Dinda.

“Batasannya, yaitu akidah,” ucapku.

 Dinda pun mengangguk. Tanda mengerti.

“Oh, oke, terima kasih Fani,” katanya.

“Sama-sama,” balasku.

Selesai.

Oleh: Inayah Demuna

MA AL HIDAYAT LASEM

Pondok Pesantren Kauman Lasem

Santri Kucing

Malam semakin mencekam. Hujan deras, petir menggelegar. Tak seorang pun keluar rumah malam ini. Semua orang memilih berdiam diri di dalam rumah, menutup jendela dan pintu.

Di dapur ini gelap, sunyi, hanya ada aku di sini.Pyaarr. suara benda pecah membuatku kaget. Di belakangku, aku melihat sosok bayangan besar dan mengerikan. Seketika itu badanku gemetar ketakutan. Aku bingung harus melakukan apa, apakah aku harus lari? atau harus memastikan itu bayangan apa? Aku berpikir itu adalah monstermengerikan yang kelaparan dan akan memakanku. Dengan sisa-sisa keberanian, perlahan aku membalikkan badan.

“Meong…,” Aku terlonjak kaget, itu adalah Moza teman dekatku.

“Moza! ngagetin aja, aku kira kamu monster jelek yang mengerikan,” ucapku jengkel.

“Hehe… mana ada monster cakep kayak aku,” ucap Moza menyombongkan dirinya. Moza memang selalu manganggap dirinya paling keren.

“Kamu itu dari mana tho? Hujan-hujan jam segini baru pulang,” tanyaku.

“Haha… biasalah nom-noman, ngopi sambil ngobrol,” jawab Moza, aku hanya mengangguk dan ber-oh saja.

“Hmm… ngomong-ngomongkamu ngapain jam segini masih didapur, mau ngambil makanan kan?” Tebak Moza.

“Hehe… tahu aja kamu. Kayaknya kamu bawa makanan, bagi dong,” aku merebut plastik yang ada di tangan Moza dengan cepat dan membukanya.

“Apaan nih, gorengan sama kopi doang,” ucapku tidak puas dengan yang dibawa Moza.

“Dasar teman nggak tahu terima kasih. Udah ngambil makanan orang, masih saja maido,” kesal Moza.

“Hehe… iya maaf. Terimakasih ya Moza,” kataku cengengesan.

“Nah, gitu dong . Itu bukan sembarangan kopi,” ucap Moza.

“Apa bedanya, sama hitamnya kayak kopi-kopi lain. Mungkin rasanya juga sama umumnya kopi,” bantahku pada Moza.

“Kamu itu harus sering-sering belajar sejarah. Masa gini aja nggk tahu,” ledek Moza.

“Emang ini kopi opo tho?” Tanyaku.

“Ini kopi lelet, khas daerah sini. Kopi lelet udah terkenal lho. Orang yang dari luar kota ini aja tahu masa kamu yang tinggal di kota ini nggak tahu,” ujar Moza.

“Ooh… kopi lelet ini yang sering dicari orang-orang kalau ke sini?” Tanyaku, aku memang kurang tahu tentang kota ini.

“Iya, kopinya enak kok, beda sama kopi-kopi lain,” jelas Moza .

“Aku minum ya,” aku tertarik untuk mencobanya.

Monggo, dihabiskan juga boleh. Hati-hati kalau ketagihan,” kata Moza.

“Enak juga ya, rasanya beda sama kopi-kopi yang sering aku minum,”tanpa menunggu lama aku telah meneguk habis kopi Moza.

Aku dan Moza bercerita hingga larut malam, sebenarnya Moza yang lebih banyak bercerita, dia bercerita tentang kota ini. Aku belum tau banyak tentang kota ini. Sebab, aku belum lama tinggal di kota ini, Kota Lasem.

Oh iya,Aku dan Moza adalah seekor kucing, kalian sudah tahu kan?

Kami tinggal disalah satu pesantren di Lasem, Jawa Tengah. Pesantren tersebut berada ditengah-tengah perkampungan dengan etnis Thionghoa. Meskipun begitu, para santri tetap toleran terhadap warga setempat. Jika mbak-mbak dan kang santri berpapasan dengan masyarakat Cina, mereka akan menyapa dengan sapaan  “permisi cik” atau “permisi koh” sebagai bentuk tanda hormat. Itulah salah satu sebab masyarakat Cina setempat juga menghormati setiap kegiatan di pesantren.

 Hmm… kadang aku berpikir ingin menjadi manusia saja seperti santri-santri, bisa merasakan bagaimana menyenangkannya bisa membaur dengan masyarakat cina. Tapi aku masih bersyukur, meskipun aku seekor kucing, aku masih bisa tinggal di sekeliling orang-orang yang hidup rukun dan selalu menghargai setiap perbedaan.

Oh iya… sebenarnya kucing yang tinggal disini bukan hanya aku dan Moza saja. Ada Momokucing betina dengan badan besar dan berwarna cokelat. Dia sering berada di kantin pesantren, Momo telah memiliki 5 anak. Ada juga Bores, aku selalu kasihan jika melihat Bores. Badannya kecil, dia memiliki luka-luka dikulitnya. Aku tidak tahu itu luka apa. Tapi, mbak-mbak biasa menyebutnya gudiken. Satu lagi, Glowing. Dia memang kucing yang paling bersih di antara kami, mungkin itu sebabnya mbak-mbak memanggilnya Glowing.

Dan aku, Ichi. Kucing yang paling menggemaskan di sini, membuat teman-temanku iri. Bagaimana tidak, mbak-mbak selalu saja memanggilku, bahkan menggendongku. Yang memberiku nama adalah mbak Reni. Aku ingat betul perkataannya waktu itu, “Wah… kamu lucu baget. Aku panggil Ichi ya, kamu seger dilihatnya kayak minuman Ichi Ocha, Hehe…,”. Nah, dari namaku saja sudah menggemaskan bukan? sebenarnya aku ingin membantah perkataan mbak Reni, bagaimana mungkin mbak Reni menyamakanku dengan minuman. Tapi, sudahlah aku terima saja. Nama Ichi bagus juga.

Selain kucing, ada juga binatang lainnya. Bebagai macam ikan, penyu, burung dan ayam.Abah kyai sangat senang dengan binatang, itu sebabnya di pesantren banyak binatang. Bersama para santri Abah merawat kami . Kami selalu diperlakukan dengan baik dan diberi makan tepat waktu.

Abah adalah salah satu idolaku. Beliau selalu tegas, dan cepat menjawab setiap pertanyaan-pertanyaan dari santri. Beliau suka kebersihan, kawasan pesantren harus terlihat bersih. Kadang setiap selesai mengaji abah akan berkata “Mbak, kang,  jumputi daun ya. Satu orang lima daun saja,”.

 Jika ada santri yang berbuat tidak pantas,abah akan menghukumnya. Tidak peduli apakah itu gus atau ning. Abah memperlakukan semua santri sama, tidak pernah membeda-bedakan. Aku ingat kejadian saat sandal tamu dighosobkang santri. Dengan tegas abah memerintahkan semua santri putra berkumpul di depan ndalem.

“Kang-kang, siapa yang ghosob sandal tamu di depan musala?” Tanya abah dengan tegas.

Tidak ada yang mengaku, semua santri hanya berbisik-bisik “Siapa ya, kok berani sekali ghosob sandal tamu,”

“Sandalnya Swallow warna hijau di depan musala, yang ghosob langsung maju ke depan sini!” Perintah abah.

Salah satu santri maju, matur abah “Nyuwun sewu, abah, sepertinya tadi kang Ilham yang memakai sandal swallow hijau di depan mushola,”

“Ilham? Di mana Ilham?” Tanya abah.

“Di gladak abah, tidur,” jawab kang Aziz, teman sekamar kang Ilham.

“Tolong dipanggil suruh ke sini,” perintah abah. Kang Aziz langsung berlari memanggil kang Ilham.

Setengah sadar kang Ilham menghadap abah, seketika itu abah memukul kaki kang Ilham dengan kayu, di depan semua santri. Semua bergidik ngeri, termasuk mbak-mbak yang menyaksikannya di belakang. Itu untuk pertama kali aku melihat abah sebegitu marah hingga memukul kaki santri. Namun, aku tahu itu semua untuk mendidik para santri agar tidak ghosob. Dalam pengajiannya abah sering menjelaskan tentang ghosob. Meskipun aku bukan manusia seperti santri-santri abah yang lain, aku sering ikut mendengarkan pengajian abah.

“Mbak, kang, ingat ya! Jangan sampai kalian ghosob barang orang lain,” ucap abah tegas.

Nggeh, abah,” jawab santri serentak.

“jangan nggeh nggeh tok, ora kepanggih. Jika temane sampean ada yang ghosob sandal langsung pentung sikile. Kalau dia tidak terima, suruh menghadap saya,” jelas abah.

Aku selalu kagum dengan abah, beliau selalu memberi contoh dan menerapkan kebiasaan baik kepada santri-santri. Hal-hal sepele tapi dapat membuat orang senang selalu diajarkan kepada para santri. Seperti halnya, jika ada tamu langsung dipersilakan masuk dan dibuatkan minuman. Memulyakan tamu memang dianjurkan dalam ajaran rasul, aku tahu itu dari abah.

Aku pernah bercita-cita menjadi kyai seperti abah, rasanya aku ingin mendirikan pesantren untuk para binatang. Terdengar aneh memang.

“Haha… kamu itu ada ada saja Ichi. Kita ini binatang, mana ada binatang jadi kyai,” itulah tanggapan teman-temanku saat aku mengemukakan keinginannku.

“Memang kenapa, berarti aku binatang pertama yang jadi kyai dan punya pesantren dong, kan keren,” jawabku tidak terima.

“Sudahlah Ichi. Walaupun kamu tidak jadi kyai dan punya pesantren tidak apa apa. Asalkan kamu pandai ilmu agama, kamu bisa mengajari binatang-binatang lain yang kurang tahu ilmu agama,” kata Momo menjelaskan.

Aku pikir benar juga perkataan Momo, aku tidak harus menjadi kyai dan punya pesantren dulu untuk membagi ilmu dan menjadi panutan. Lagipula aku sering ikut pengajian abah. Aku cukup mendengarkan dan melaksanakan setiap kajian yang disampaikan oleh abah. Lalu, aku menjelaskannya pada teman-temanku yang kurang paham. Itu akan bermanfaat sekali. Seperti dawuh Abah waktu itu, “apapun yang kamu dapat, sebanyak apapun ilmumu, ajarkanlah pada yang lain, agar menjadi manfaat.”

Cerpen oleh: Lu’lu’ Istiqomah

MA Al Hidayat Lasem

#kajian kitab tanqihul qoul

BAB I

KEUTAMAAN ILMU DAN ULAMA

Allah Subhanahu Wata’ala berfirman “

شهد الله أنه لا إله إلا هو والملائكة وأولوالعلم قائما بالقسط

Allah Subhanahu Wata’ala, para Malaikat, dan orang-orang yang ber-ilmu yang berpijak pada keadilan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Dia (Allah).

Perhatikan firman Allah di atas, Bagaimana Allah SWT mengawali (kesaksian ketuhanannya) dengan diriNya sendiri, lalu kedua adalah para Malaikat dan yang ketiga adalah para ahli ilmu. Hanya dengan ayat ini saja bisa di ketahui betapa mulya dan utamanya orang-orang yang berilmu.

وقال النبى صلى الله عليه وسلم لابن مسعود رضى الله عنه يا ابن مسعود جلوسك ساعة فى مجلس العلم لا تمس قلما ولا تكتب حرفا خير لك من عتق ألف رقبة ، ونظرك إلى وجه العالم خير لك من ألف فرس تصدقت بها فى سبيل الله ، وسلامك على العالم خير لك من عبادة ألف سنة

Nabi Muhammad SAW berkata pada Ibnu Mas’ud Ra,   “wahai ibnu mas’ud dudukmu sesaat di majlis ilmu tanpa memegang pena dan tanpa menulis satu hurufpun itu lebih baik bagimu daripada memerdekakan  1000 hamba sahaya, memandangmu kepada orang alim itu lebih baik bagimu daripada 1000 kuda yang engkau sedekahkan di jalan Allah, dan ucapan salammu kepada orang alim itu lebih baik bagimu dari pada ibadah 1000 tahun. (Al-hafidz ibnu mundziri dalam kitab durrotul yatimah).

Umar bin khattab RA berkata, “aku pernah mendengar Rosululloh SAW berkata ” barang siapa berjalan menuju perkumpulan orang alim, maka setiap langkahnya dinilai100 kebajikan, jika dia duduk dan mendengarkan apa yang di katakan orang alim, maka setiap kalimat yang di ucapkan orang alim itu dinilai satu kebaikan baginya.. (Imam Nawawi dalam kitab Riyadlussolihin).

وقال صلى الله عليه وسلم فقيه متورع أشد على الشيطان من ألف عابد مجتهد جاهل ورع

Seorang alim fiqih (orang yang mengerti ilmu syari’at) yang wira’i (Orang yang menjaga diri dari perkara-perkara haram) itu lebih berat bagi setan daripada 1000 ahli ibadah yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya, bodoh dan wira’i.

Demikian itu, karena setiap kali setan telah membuka pintu hawa nafsu manusia dan menghiasi syahwat dalam hati mereka, maka ahli fiqih yang arif akan menjelaskan mereka tentang itu, sehingga pintu tipudaya itu menutup kembali, akhirnya setan kecewa. Berbeda dengan orang bodoh, terkadang dia sibuk dengan ibadah, padahal tidak ia mengerti, ia sedang dalam jeratan setan. (sebagaimana penjelasan al-Azizi memindah dari perkataan at-Thibi).

Kenapa begitu? Sebab setiap kali syetan menebar jeratnya, membuka pintu-pintu reka dayanya, menghiasi syahwat dalam hati manusia, menjerumuskannya dalam keindahan dan keenakan duniawi, maka di saat itu seorang ulama akan menjelaskan kepada manusia-manusia tentang tipu daya setan itu. Menjelasakan bahwa itu semua adalah semu. Bahwa itu akan menjerumuskan pada jurang kesesatan, seorang ulama itu akan menjelaskan kepada manusia dengan dasar dan dalil yang bisa dan mudah untuk diterima. Dengan demikian seorang ulama itu akan menutup kembali pintu-pintu kesesatan yang telah di buka oleh syetan, akan menggulung kembali jaring-jaring tipuan yang telah ditebarkan setan, dan hasilnya adalah kekecewaan yang mendalam dari syetan, karena tidak mendpatkan hasil usahannya.

Dikarenakan tipu dayanya sudah di gagalkan begitu saja oleh seorang ulama.
Berbeda dengan orang yang bodoh tapi ahli ibadah, sekalipun dia wira’i, bahkan terkadang mereka terjerat dalam tali temalinya syetan. Tetapi sedikitpun mereka tidak merasakannya, karena begitu miripnya kebenaran dan kesesatan yang telah direkayasa oleh syetan. Bahkan seringkali seorang abid akan menjadi pejuang-pejuang syetan dengan tetap merasakannya sebagai pejuang-pejuang agama Allah.

وقال صلى الله عليه وسلم فضل العالم على العابد كفضل القمر ليلة البدر على سائر الكواكب،

NAbi Muhammad SAW bersabda, “ke-Utamaan orang Alim (yang mengamalkan ilmunya) atas orang yang ahli Ibadah (yang tidak Alim) adalah seperti bulan purnama atas bintang-bintang.

Maksud dari ‘keutamaan’ adalah banyaknya pahala yang mencakup pemberian Allah SWT di akhirat, seperti, tingkatan-tingkatan di surga, kelezatannya, makanan dan minumnya juga bidadari-bidadarinya, dan pemberian Allah SWT yang berupah tingkatan kedekatannya kepada Allah dan ni’mat melihat dan mendengarkan kalamullah. Riwayat Abu Nuaim dari Muazh bin Jabal.

وفى رواية للحارث بن أبى أسامة عن أبى سعيد الخذرى عنه صلى الله عليه وسلم فضل العالم على العابد كفضلى على أمتى

Dalam riwayat harits bin Abi Usamah dari Abi Said alKhuzhri dari Nabi SAW, “ke-Utamaan orang Alim atas orang yang ahli Ibadah adalah seperti keutamaanku atas umat-umatku.

وفى رواية للترمذى عن أبى أمامة: فضل العالم على العابد كفضلى على أدناكم.

Dalam riwayat Tirmidzi dari Abi Umamah ” ke-Utamaan orang Alim atas orang yang ahli Ibadah adalah seperti keutamaanku atas orang terrendah dari kalian semua .”

Maksudnya keutamaan orang alim atas orang yang ahli ibadah itu seperti keutamaan nabi Muhammad SAW atas adnaa syarofis shohabah “sahabat yang paling rendah kemulyaannya”.

Imam Al-Ghazali berkata, “Perhatikanlah…! Bagaimana nabi SAW mensejajarkan ilmu dengan derajat kenabian?, dan bagaimana nabi SAW merendahkan derajat amal (ibadah) yang tidak di sertai dengan ilmu?. (Jika seandainya dikatakan), tidak mungkin orang yang ahli ibadah tidak tahu dengan ibadah-ibadah yang biasa ia lakukan?. Maka jawabannya, Seandainya tidak ada orang berilmu tidak mungkin ada ibadah.

وقال صلى الله عليه وسلم من انتقل ليتعلم علما غفر له قبل أن يخطو. (رواه الشيرازى عن عائشة(

Rosululloh SAW bersabda, ” barang siapa berpindah tempat (dari satu tempat ke tempat yang lainnya, baik dengan berjalan kaki atau dengan menaiki kendaraan) dengan tujuan belajar (ilmu syari’at) maka di ampuni dosa-dosanya (dosa-dosa kecil yang pernah ia lakukan) sebelum ia melangkah (dari tempatnya, jika niatnya karena Allah). (HR. Assyairozi dari A’isyah R.A.)

Hadist ini kembali lagi tergantung kepada niat dari orang yang mencari ilmu tersebut, yaitu hanya ketika niatnya adalah untuk mencari ridlo dari Allah SWT. Lain lagi ketika dia mencari ilmu, walaupun ilmu-ilmu agama dengan niatan agar menjadi orang yang dihormati, disegani, agar mempunyai pengaruh dan mempengaruhi orang lain, maka dia tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali apa yang diniatkannya itu.

وقال صلى الله عليه وسلم أكرموا لعلماء فانهم عند الله كرماء مكرمون

Rosululloh SAW bersabda,  “Muliakanlah Ulama  (Orang-Orang  yang mengerti ilmu syariat dan mengamalkannya), karena mereka itu orang-orang Mulia (orang-orang pilihan Allah) dan yang di mulyakan pula (di kalangan Malaikat).

وعن أبي هريرة قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : إذا تَحَدَّثَ العَالِمُ فِي مَجْلِسِهِ بِالعِلْمِ وَلَمْ يَدْخُله هَزْلٌ وَلا لَغْوٌ، خَلَقَ الله تَعَالَى مِنْ كُلِّ كَلِمَةٍ طَلَعَتْ مِنْ فَمِهِ مَلَكا يَسْتَغْفِرُ الله لَهُ وِلِسَامِعِهِ إلَى يَوْمِ القِيَامَةِ فإذا انْصَرَفُوا مَغْفُورِينَ لَهُمْ، ثم قال: هُم القَوْمُ لاَ يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسهم.

Dari Abi Huroiroh R.A berkata, “aku mendengar Rosululloh SAW bersabda”, “Ketika seorang Alim berkata tentang ilmu di Majlisnya, dengan tidak bersenda gurau dan berbuat yang tidak bermanfaat, maka Allah menciptakan dari setiap kalimat yang di ucapkannya- malaikat-malaikat yang terus meminta ampunan Allah untuknya dan untuk orang-orang yang mendengarkannya sampai hari Kiamat., dan ketika mereka selesai-pulang, mereka dalam keadaan telah di ampuni dosa dosanya. Kemudian nabi Muhammad SAW bersabda lagi, “mereka adalah kaum yang tidak membuat celaka pengikutnya”.

وقال صلى الله عليه وسلم من نظر الى وجه العالم نظرة ففرح بها خلق الله خلق الله من تلك النظرة ملكا يستغفر له الى يوم القيامة

Rosululloh bersabda, “Barang siapa memandang wajah seorang Alim -sekali pandangan saja dan Orang itu gembira dengan pandangan itu, maka Allah SWT menciptakan dari pandangan yang sekali itu- malaikat-malaikat yang terus meminta ampunan Allah untuknya sampai hari Kiamat.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib Karromallohu Wajhah berkata, “Memandang wajah orang Alim itu Ibadah, juga menjadi cahaya mata dan hati. Ketika seorang Alim itu duduk di majlis untuk mengajarkan ilmu, maka setiap satu persoalan dia mendapat satu bangunan gedung di surge, demikian pula orang-orang yang mau mengamalkan persoalan itu. (riyadlus Sholihin).

وقال صلى الله عليه وسلم من أكرم عالما فقد أكرمنى ومن أكرمنى فقد أكرم الله ومن أكرم الله فمأواه الجنه

Rosululloh SAW bersabda, “Barang siapa memulyakan orang alim maka berarti dia sungguh-sungguh memulyakanku, dan siapapun yang memulyakanku, berarti dia juga memulyakan Allah dan siapapun yang memulyakan Allah maka tempatnya adalah Surga.

Rosululloh SAW bersabda, “Mulyakanlah Ulama’, karena mereka adalah pewaris para Nabi. Barang siapa memulyakan mereka berarti mereka memulyakan Allah dan RosulNya. (HR. al-Khotib aL-Baghdady dari Jabir R.A.)

وقال صلى الله عليه وسلم نوْمُ العَالِمِ أَفْضَلُ مِنْ عِبَادَةِ الجَاهِلِ. أي نوم العالم الذي يراعي آداب العلم أفضل من عبادة الجاهل الذي لا يسلم آداب العبادة.

Rosululloh SAW bersabda, (“Tidurnya orang Alim itu lebih Utama daripada Ibadahnya Orang Bodoh”). Maksudnya adalah Orang alim yang tidur dalam keadaan memelihara adabul ilmi itu lebih afdlol daripada orang bodoh yang beribadah tetapi tidak memperhatikan adabul ibadah.

وقال النبي صلى الله عليه وسلم: مَنْ تَعَلَّمَ بَابا مِنَ العِلْمِ يَعْمَلُ بهِ أوْ لَمْ يَعْمَلْ بهِ كَانَ أَفْضَلَ مِنْ أَنْ يُصَلِّي أَلْفَ رَكْعَةٍ تَطَوُّعا, هذا يدل على أن العلم أشرف جوهرا من العبادة، ولكن لا بد للعبد من العبادة مع العلم، وإلا كان علمه هباء منثورا كما روي عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: ما مِنْ عَالِمٍ لا يَعْمَلُ بِعِلْمِهِ إلاّ نَزَعَ الله رُوحَهُ عَلى غَيْرِ الشَّهَادةِ.

Nabi SAW bersabda, “belajar ilmu satu bab baik diamalkan atau tidak, itu lebih utama daripada sholat sunah 1000 rokaat”.  Ini menunjukkan ilmu itu lebih mulya daripada ibadah, tapi meskipun demikian orang yang berilmu itu haruslah juga beramal agar ilmunya tidak seperti debu yang terbang berhamburan kemudian hilang tanpa bekas. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Abu Huroiroh, “Tidak ada seorang alimpun yang tidak mengamalkan ilmunya kecuali nanti Allah akan mencabut nyawanya dalam keadaan tidak bisa bersyahadat (menyaksikan ketuhanan Allah).

وقال النبي صلى الله عليه وسلم: مَنْ زَارَ عَالِما فَكَأَنَمَّا زَارَنِي، وَمَنْ صَافَحَ عَالِما فَكَأَنَّما صَافَحَنِي، وَمَنْ جَالَسَ عَالِما فَكَأَنَّما جَالَسَنِي في الدُّنْيَا، وَمَنْ جَالَسَنِي في الدُّنْيَا أَجْلَسْتُهُ مَعِي يَوْمَ القِيَامَةِ. وعن أنس بن مالك أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : مَنْ زَارَ عَالِما فَقَدْ زَارَنِي، وَمَنْ زَارَنِي وَجَبَتْ له شَفَاعَتي، وكانَ لَهُ بِكُلِّ خَطْوَةٍ أَجْرُ شَهِيدٍ، وعن أبي هريرة قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: مَنْ زَارَ عَالِما ضَمِنْتُ لَهُ عَلى الله الجَنَّة. وعن علي بن أبي طالب أنه قال:  قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: مَنْ زَارَ عَالِما أيْ فِي قَبْرِهِ ثُمَّ قَرَأَ عِنْدَهُ آيةً مِنْ كِتَابِ الله أعْطَاهُ الله تَعَالَى بِعَدَدِ خطَوَاتِهِ قُصُورا فِي الجَنَّةِ وَكَانَ لَهُ بِكُلِّ حَرْفٍ قَرَأَهُ عَلَى قَبْرِهِ قَصْرٌ في الجَنَّةِ مِنْ ذَهَبٍ. كذا في رياض الصالحين.

Nabi SAW bersabda, “Barang siapa mengunjungi orang alim maka seolah-olah dia mengunjungiku. Barang siapa berjabat tangan dengan orang alim maka seolah-olah dia berjabat tangan denganku. Barang siapa duduk-duduk bersama orang alim maka seolah-olah dia duduk-duduk bersamaku di dunia, dan barang siapa duduk-duduk bersamaku di dunia maka aku tempatkan dia bersamaku pada hari kiamat”. Dari Anas bin Malik RA. “Bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Barang siapa ziarah kepada orang alim maka sungguh ia (sama seperti) menziarohiku, barang siapa menziarohiku maka seharusnya ia mendapat syafaatku, dan setiap langkahnya diganjar pahala mati sahid. Abu Huroiroh berkata, “Aku mendengar Rasuullah SAW bersabda, “barang siapa mengunjungi orang alim maka aku tanggung ia masuk surga”. Diriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “barang siapa ziarah (ke makam) orang alim kemudian membaca ayat-ayat alqur’an di sisi makom itu, maka Allah akan membangunkannya gedung di surge sebanyak langkah kakinya, dan setiap satu huruf yang ia baca di atas makam (orang alim itu) akan di ganjar oleh Allah satu gedung dari emas di surge”. (imam Nawawi dalam Riyadlus Sholihin).

*keterangan :

Firman Allah

 “… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat….” (al-Mujadilah: 11)

 Ayat Allah subhanahu wa ta’ala yang mulia ini menjelaskan keutamaan para ahli ilmu dan orang-orang yang senantiasa menuntut ilmu agama. Di samping karena keimanan yang mereka miliki, mereka juga diangkat derajat dan kedudukannya oleh Allah subhanahu wa ta’ala karena bertambahnya ilmu agama mereka, yang menjadikannya semakin jauh dari kejahilan dan mendekatkan kepada keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala.

Berikut beberapa penafsiran para ulama tentang tafsir ayat ini,

– Ath-Thabari rahimahullah berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala mengangkat kaum mukminin dari kalian wahai kaum, dengan ketaatan mereka kepada Rabb mereka. (Mereka taat) pada apa yang diperintahkan kepada mereka untuk melapangkanir(majelis) ketika mereka diperintahkan untuk melapangkannya atau mereka bangkit menuju kebaikan apabila diperintahkan mereka untuk bangkit kepadanya.

Dengan keutamaan ilmu yang mereka miliki, Allah subhanahu wa ta’ala mengangkat derajat orang-orang yang berilmu dari ahlul iman (kaum mukminin) di atas kaum mukminin yang tidak diberikan ilmu, jika mereka mengamalkan apa yang mereka diperintahkan.” Lalu beliau menukilkan beberapa perkataan ulama salaf, di antaranya Qatadah rahimahullah, beliau berkata, “Sesungguhnya dengan ilmu, pemiliknya memiliki keutamaan.

Sesungguhnya ilmu memiliki hak atas pemiliknya, dan hak ilmu terhadap kamu, wahai seorang alim, adalah keutamaan. Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kepada setiap pemilik keutamaan, keutamaannya.” (Tafsir ath-Thabari, juz 28 hlm. 19)

*Antara Ilmu dan Ibadah

Menuntut ilmu juga merupakan jenis ibadah. Namun ilmu merupakan jenis ibadah yang memiliki nilai dan kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan jenis ibadah lainnya. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 “Keutamaan ilmu lebih baik dari keutamaan ibadah. Dan kunci agama adalah bersikap wara’ (meninggalkan sesuatu yang dikhawatirkan memudaratkan di akhirat, pen).” (Diriwayatkan oleh al-Bazzar, Abu Nu’aim, al-Hakim, dll, dari hadits Hudzaifah ibnul Yaman radhiallahu ‘anhu. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Qais bin’ Amr al-Mula’i, dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 4214. Lihat pula Shahih Jami’ Bayan al-‘Ilmi wa Fadhlihi no. 27)

Hadits ini menjelaskan demikian mulianya ilmu dan penuntut ilmu. Ini disebabkan karena seorang yang berilmu kemudian mengajarkan ilmunya, mendakwahkannya, hingga Allah subhanahu wa ta’alamemberikan hidayah kepada orang lain dengan sebab dakwahnya, maka menjadi salah satu amal jariyah baginya.

Selama ada yang mengamalkan ilmunya tersebut, maka dia akan terus mendapatkan pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala walaupun dia telah meninggal. Berbeda dengan orang yang mengerjakan shalat sunnah dan semisalnya, tidak ada yang merasakan manfaatnya kecuali hanya dirinya sendiri.

Ishaq bin Manshur rahimahullah berkata, “Aku bertanya kepada al-Imam Ahmad tentang perkataannya, Mudzakarah (mengulang-ulangi) ilmu pada sebagian malam lebih aku senangi daripada menghidupkannya (dengan qiyamul lail). Ilmu apakah yang dimaksud?” Beliau menjawab, “Yaitu ilmu yang memberi manfaat kepada manusia dalam perkara agamanya.” Aku bertanya lagi, “Dalam hal (cara) berwudhu’, shalat, puasa, haji, talak, dan semisalnya?” Beliau menjawab, “Iya.” (Shahih Jami’ al- Bayan, 30/45)

Diriwayatkan pula Rabi’ bin Sulaiman al-Muradi, al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

 “Menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunnah.” (Shahih Jami’ al-Bayan, 31/48)

Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, “Aku tidak mengetahui ada satu ibadah yang lebih afdhal daripada seseorang yang mempelajari ilmu.” (Shahih Jami’ al-Bayan, 46/78)

*Kemuliaan Para Ulama

Ayat Allah subhanahu wa ta’ala ini menjelaskan demikian tingginya derajat dan kedudukan para ulama di atas yang lainnya. Merekalah orang-orang yang senantiasa mendapatkan kemuliaan di sisi Allah subhanahu wa ta’ala dan juga di kalangan manusia. Di dalam ayat yang lain Allah subhanahu wa ta’alaberfirman,

 “Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki.” (Yusuf: 76)

Al-Imam Malik rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini berkata, “Yaitu dengan ilmu.” (dikeluarkan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ul Bayan)

Zaid bin Aslam rahimahullah berkata dalam menafsirkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,

 “… Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur (kepada Dawud).” (al-Isra: 55)

kata beliau: “yaitu dengan ilmu.” (Shahih Jami’ al-Bayan, 46/79).

Diberitakan oleh Asy’ats bin Syu’bah al-Misshishi bahwa beliau berkata, “Suatu hari Harun ar-Rasyid pergi ke Raqqah. Lewatlah serombongan orang di belakang Abdullah ibnul Mubarak, terputuslah sandal-sandal, debu-debu bertebaran. Lalu salah seorang budak wanita Amirul Mukminin melongok dari dalam istana, lalu bertanya, ‘Siapa ini?’

Mereka menjawab, ‘Seorang alim dari Khurasan telah datang.’

Berkatalah sang budak, ‘Demi Allah, inilah kerajaan sebenarnya, bukan kerajaan milik Harun yang mengumpulkan manusia dengan tentaranya dan para pembantunya’.” (Siyaru A’lam an- Nubala, adz-Dzahabi, 8/384) Wallahi, inilah kemuliaan yang sebenarnya.

Suatu hal yang mustahil bagi mereka yang ingin menegakkan syariat Islam, mendirikan khilafah Islamiyah, namun menempuhnya dengan cara-cara yang batil, dengan membentuk partai, masuk ke dalam parlemen, menundukkan dirinya di hadapan demokrasi yang thaghut, dan tidak membangun segala aktivitasnya di atas ilmu yang haq dari al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sungguh mereka hanyalah mencari sesuatu yang bersifat fatamorgana, sebagaimana sebuah syair :

Kalian mengharapkan keselamatan namun tidak menempuh jalan-jalannya

Sesungguhnya kapal tidak akan berlayar di atas tempat yang kering

Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Di antara tanda berpalingnya Allah subhanahu wa ta’ala dari hamba-Nya adalah dia menjadikan sibuk terhadap apa-apa yang tidak bermanfaat baginya.” (at-Tamhid, Ibnu Abdil Barr)

Dengan ilmulah seseorang akan mendapatkan kemuliaan dunia sebelum akhirat. Sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala telah memilih Thalut untuk memimpin Bani Israil, firman-Nya,

 “Nabi mereka mengatakan kepada mereka, ‘Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.’…” (al-Baqarah: 247)

Di dalam Shahih Muslim dari ‘Amir bin Watsilah bahwa Nafi’ bin Abdil Harits bertemu ‘Umar di ‘Usfan. Ketika itu ‘Umar mengangkatnya sebagai gubernur di Makkah. Kemudian ‘Umar bertanya, “Siapa yang engkau angkat jadi pemimpin daerah lembah?”

Beliau menjawab, “Ibnu Abza.”

(‘Umar) bertanya, “Siapa Ibnu Abza?”

Beliau menjawab, “Dia adalah salah satu bekas budak kami.”

(‘Umar) bertanya, “Engkau jadikan yang memimpin mereka dari kalangan maula (bekas budak)?”

Beliau menjawab, “Sesungguhnya dia mempunyai ilmu tentang kitab Allah subhanahu wa ta’ala dan alim dalam ilmu warisan.”

‘Umar berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya Nabimu shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

 “Sesungguhnya Allah mengangkat (derajat) sebagian kaum dengan kitab ini (al-Qur’an), dan dengannya Allah subhanahu wa ta’ala merendahkan yang lainnya.”

Ahmad bin Ja’far bin Muslim rahimahullah berkisah, “Aku mendengarkan Abbar berkata, ‘Ketika aku berada di al-Ahwaz, aku melihat ada seorang laki-laki yang telah mencukur habis kumisnya,—(Ahmad bin Ja’far berkata) aku menyangka dia berkata—dia telah membeli beberapa kitab dan siap menjadi seorang mufti.

Lalu disebutkan kepadanya ashabul hadits, maka dia menjawab, ‘Mereka tidak ada apa-apanya, mereka tidak memiliki apa-apa.’

Aku pun berkata (kepadanya), ‘Engkau tidak pandai mengerjakan shalat.’

Dia berkata, ‘Aku?’.

Aku menjawab, ‘Iya, apa yang engkau hafal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika engkau membuka shalatmu dan mengangkat kedua tanganmu?’

Dia terdiam. Aku pun bertanya kembali, ‘Apa yang engkau hafal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala engkau sujud?’

Dia kembali terdiam. Aku berkata, ‘Bukankah aku telah mengatakan engkau tidak pandai mengerjakan shalat? Janganlah engkau menjelekkan ashabul hadits’.” (Siyaru A’lam an-Nubala, adz-Dzahabi, 13/444)

*Ulama adalah Para Mujahid

Allah subhanahu wa ta’ala telah menjadikan orang-orang yang menuntut ilmu sebagai salah satu bagian dalam jihad fi sabilillah.

Firman-Nya,

 “Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (at-Taubah: 122)

Abu Darda radhiallahu ‘anhu berkata, “Barang siapa yang menganggap bahwa berangkatnya seseorang mencari ilmu itu bukan jihad, maka sungguh dia kurang akal dan pikiran.” (Shahih Jami’ al-Bayan, 35/56)

Kepada merekalah kaum muslimin diperintahkan untuk merujuk ketika menghadapi berbagai problem di dalam agama mereka. Baik masalah bersuci, shalat, puasa, zakat, jihad, maupun persoalan-persoalan kontemporer (fiqh nawazil) lainnya.

Barang siapa yang membagi para ulama menjadi dua: ulama dalam urusan jihad dan ulama mengurusi selain jihad, sungguh dia telah terjerumus dalam kebatilan yang nyata.

Al-Albani rahimahullah berkata, “Jika sekiranya sikap memberontak terhadap pemerintah mendatangkan kejahatan yang telah dijelaskan oleh nash-nash syar’i yang saling menyatu, disertai dengan berbagai kejadian yang nyata, sebagaimana yang tampak dari hasil perbuatan para ahli bid’ah di setiap zaman.

Wallahu a’lamu bis showab.

*11 RAHASIA PARA SALAF MENDIDIK ANAK*

*ﻋﺎﺩﺍﺕ ﺍﻟﺴﻠﻒ ﺍﻟﺼﺎﻟﺢ* *ﻣﻦ ﺳﺎﺩﺗﻨﺎ ﺍﻝ ﺑﺎﻋﻠﻮﻱ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻢ*
*١١ ﻋﺎﺩﺓ ﻣﻦ ﻋﺎﺩﺍﺕ ﺍﻟﺴﻠﻒ ﻓﻲ ﺗﺮﺑﻴﺔ ﺍﻭﻻﺩﻫﻢ*

Salafus sholeh dari Keluarga Saadah Ba’alawi (Ahlul Bait) memiliki 11 konsep dalam mendidik anak-anak mereka:

*١. ﺍﻻﻡ ﻓﻲ ﺣﺎﻟﺔ ﺍﻟﺮﺿﺎﻋﺔ ﺗﻘﺮﺍﺀ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﻮﻟﻮﺩ ﺍﻳﺔ ﺍﻟﻜﺮﺳﻲ ﻭﺍﻟﻤﻌﻮﺫﺗﻴﻦ ﻭﺗﻜﺮﺭﻫﻤﺎ*

1. Memerintahkan kepada istri-istri mereka ketika menyusui untuk terus membaca Ayat Kursi, surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas.

*٢. ﺍﻭﻝ ﻣﺎﻳﻠﻘﻨﻮﻥ ﺍﻟﻄﻔﻞ ﻋﻨﺪ ﺑﺪﺍﻳﺔ ﺍﻟﻨﻄﻖ (ﺭﺿﻴﺖ ﺑﺎﻟﻠﻪ ﺭﺑﺎ ﻭﺑﺎﻻﺳﻼﻡ ﺩﻳﻨﺎ ﻭﺑﻤﺤﻤﺪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻧﺒﻴﺎ ﻭﺭﺳﻮﻻ)*

2. Pertama kali yang diajarkan kepada putra-putri mereka ketika baru bisa bicara adalah kalimat : “Rodhitu billahi Robba Wa bil Islami diina Wa bimuhammadin sholla Allahu ‘alayhi wa sallam Nabiyyan wa Rosuula.

artinya “aku ridho Allah sebagai Tuhanku, Islam agamaku dan Nabi Muhammad adalah Nabi dan Rosulku”

*٣. ﺍﻟﺨﺮﻭﺝ ﺑﺎﻷﻭﻻﺩ ﺍﻟﺼﻐﺎﺭ ﺁﺧﺮ ﺍﻟﻠﻴﻞ ﺍﻟﻰ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﺣﺘﻰ ﻳﻜﻮﻥ ﻟﻬﻢ ﻋﺎﺩﺓ*

3. Membiasakan kepada anak-anak mereka sejak kecil untuk bangun malam atau bangun sebelum tiba waktu Shubuh.

*٤. ﻗﺒﻞ ﺍﻟﻤﻮﺍﺳﻢ ﺍﻟﺪﻳﻨﺔ ﻭﻣﻮﺍﺳﻢ ﺍﻟﻨﻔﺤﺎﺕ ، ﻛﺸﻬﺮ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻳﺠﻤﻌﻮﻥ ﺍﻭﻻﺩﻫﻢ ﻭﻳﺴﻠﻮﻫﻢ ﻣﺎﺫﺍ ﺳﻴﻌﻤﻠﻮﻥ ﻓﻲ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻤﻮﺍﺳﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻭﺍﻟﺒﺮ ﻛﻘﺮﺍﺀﺓ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﻭﺍﻟﺬﻛﺮ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻭﻏﻴﺮﻫﺎ*

4. Sebelum memasuki Bulan-bulan berkah seperti Ramadhon, mereka mengumpulkan anak-anak mereka dan bertanya kepada mereka, apa yang akan kalian kerjakan dibulan yg berkah ini? dari amalan membaca Al Qur’an, dzikir, dan sedekah dll.

*٥. ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻌﻠﻤﻮﻥ ﺍﻭﻻﺩﻫﻢ ﺍﻟﻨﻴﺔ ﺍﻟﺼﺎﻟﺤﺔ ﻛﻤﺎ ﻳﻌﻠﻤﻮﻧﻬﻢ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ*

5. Mereka mengajari anak-anak mereka niat-niat yg baik sebagaimana mengajari mereka Surat Al Fatihah.

*٦. ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻌﻘﺪﻭﻥ ﻣﺠﻠﺲ ﻋﻠﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﻳﺠﺘﻤﻊ ﻓﻴﻪ ﻛﻞ ﻣﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﻳﻮﻣﻲ ﺍﻭ ﺍﺳﺒﻮﻋﻲ ﻳﻘﺮﺅﻥ ﻣﺎﺗﻴﺴﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ ( ﺣﺰﺏ ) ﻭﻛﺘﺐ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ ﻭﺍﻟﻔﻘﻪ ﻭﻳﺨﺘﻤﻮﻧﺔ ﺑﺎﻻﺩﻋﻴﺔ ﻭﺍﻟﺼﻼﺓ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ*

6. Mereka mengadakan majelis ilmu di rumah, dan berkumpul semua yang ada dirumah, majlis harian atau mingguan, mereka membaca Al-Qur’an (tadarus) dan kitab hadits serta fiqih dan mereka menutup majelis dengan doa dan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW.

*٧. ﻓﻲ ﺣﺎﻝ ﺑﻠﻮﻍ ﺍﺣﺪ ﺍﺑﻨﺎﺋﻬﻢ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻌﻠﻤﻮﻧﻪ ﺍﻧﻪ ﺑﻠﻎ ﻭﺍﻧﻪ ﺻﺎﺭ ﻣﻜﻠﻒ ﻭﺍﻥ ﺍﻻﻥ ﺻﺎﺭ ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻠﻜﺎﻥ ﻳﺴﺠﻼﻥ ﺣﺴﻨﺎﺗﻪ ﻭﺳﻴﺌﺎﺗﻪ ﻭﻳﻜﺘﺒﺎﻥ ﺍﻗﻮﺍﻟﻪ ﻭﺍﻓﻌﺎﻟﻪ ،ﻭﻳﻜﻮﻥ ﺫﺍﻟﻚ ﻓﻲ ﺟﻤﻊ ﻳﺤﻀﺮﻩ ﺍﻟﻤﺸﺎﻳﺦ ﻭﺍﻟﻜﺒﺎﺭ*

7. Ketika putra-putri mereka memasuki usia baligh, mereka memberituhakan bahwasanya dia telah Mukallaf, dan akan ada dua Malaikat akan mencatat kebaikan dan kejelekan dan menulis ucapan dan perbuatannya, dan hal itu diadakan perayaan yang dihadiri para ulama’ dan orang orang sholeh.

*٨. ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻻﻳﺆﺧﺮﻭﻥ ﺯﻭﺍﺝ ﺍﺑﻨﺎﺋﻬﻢ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺒﻠﻮﻍ ﺧﻮﻓﺎ ﺍﻥ ﻳﻘﻌﻮﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺤﻈﻮﺭ*

8. Mereka tidak menunda pernikahan anak-anak mereka setelah baligh khawatir terjerumus kepada kemaksiatan.

*٩. ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻌﻠﻤﻮﻥ ﺍﻭﻻﺩﻫﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺘﻀﺮﻉ ﺍﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻲ ﻛﻞ ﺍﻻﺣﻮﺍﻝ، ﻓﺎﺫﺍ ﺍﺭﺍﺩ ﺍﻟﻮﻟﺪ ﺷﻲ ﻣﻦ ﻭﺍﻟﺪﻩ ﺍﻭ ﻭﺍﻟﺪﺗﻪ ﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﻟﻪ ﻗﻢ ﻭﺗﻮﺿﺎﺀ ﻭﺻﻞ ﺭﻛﻌﺘﻴﻦ ﻭﺍﺳﺌﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻥ ﻳﻘﻀﻲ ﺣﺎﺟﺘﻚ ﻭﺑﻌﺪ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻳﺎﻋﻄﻮﻩ ﻣﺎﻃﻠﺐ ،ﻭﻳﻘﻮﻟﻮﻥ ﻗﺪ ﺍﺳﺘﺠﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﺩﻋﺎﻙ*

9. Mereka mengajari anak-anaknya dengan berdoa memohon kepada Allah dalam setiap keadaan, maka apabila anaknya ingin sesuatu dari orang tuanya, mereka berkata kepada anaknya, “wudhu’lah dan sholat 2 rokaat lalu mintalah kepada Allah agar hajatmu dikabulkan.” Setelah sholat, mereka memberikan sesuatu yang anaknya minta seraya berkata “Sungguh Allah SWT telah mengabulkan doamu”.

*١٠. ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﺠﻌﻠﻮﻥ ﻟﻜﻞ ﻭﺍﺣﺪ ﻋﻤﻞ ﻣﺨﺼﺺ ﻓﻲ ﺍﻟﺒﻴﺖ ،ﻓﻬﺬﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﺟﻠﺐ ﺍﻻﻏﺮﺍﺽ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﻮﻕ ﻭﻫﺬﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﻛﻨﺲ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﻭﻫﺬﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﺧﺪﻣﺔ ﺍﻟﻀﻴﻮﻑ ﻭﻫﺬﺍ ﻋﻠﻴﻪ ﺟﻠﺐ ﺍﻟﻤﺎﺀ ﻭﻫﻜﺬﺍ*

10. Mereka membagi tugas kepada setiap anak, ada yang tugas belanja ke pasar, dan ada yang menyapu rumah dan ada yang bertugas melayani tamu dan ngambil air dsb.

*١١. ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻬﺘﻤﻮﺍ ﺑﺘﻌﻠﻴﻢ ﺍﻟﺒﻨﺎﺕ ﺃﻛﺜﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺬﻛﻮﺭ ﻻﻧﻬﻦ ﺣﺒﻴﺴﺎﺕ ﺍﻟﺒﻴﻮﺕ* .

11. Mereka lebih banyak memperhatikan proses belajar anak perempuan mereka dibandingkan anak laki-laki, karena anak perempuan jarang sekali keluar rumah.

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑