Umroh 2019

#Umroh 2019
#babussalam an nahdliyyah
#ppkauman
#lasem

Paket hemat 10 hari
Pesawat saudia airlines
Langsung tanpa transit
Surabaya – madinah

Seat terbatas
Book now

Berangkat awal april 2019

*Kisah Syeh Ibnu Hajar Al Haitami dan Istrinya*

Istrinya Syeh Ahmad Bin Hajar hendak ke pemadian air panas sekali, Syeh Ibnu Hajar berkata kepadanya :
” sabar dulu ya, saya kumpulkan uang dulu untuk ongkos masuk ke sana.”
Biasanya ketika Allah membukakan rizki kepada beliau, maka disisakan sedikit sampai terkumpul setengah Riyal, lalu di berikan kepada istrinya.

Sang istri pergi ke pemandian air panas, ketika sampai disana dia meminta penjaganya utk membukakan pintu utknya tapi di tolak.
penjaga berkata : “Hari ini saya tidak akan membukakan pintu ini utk siapapun, karena istrinya Syeh Al ‘Alim Al Faqih Muhammad Ar Romli sedang berada di dalam bersama para sahabatnya. beliau berpesan untuk tidak membukakan pintu ini untuk siapapun pada hari ini dan beliau telah memberi kepada kami semua ongkos yg biasa masuk kepada kami setiap harinya, yaitu 25 riyal. Jika engkau ingin masuk ke pemandian datanglah besok pagi, kalo hari ini tidak bisa.”

Istrinya Syeh Ibnu Hajar pulang menemui suaminya sambil mengembalikan uang setengah riyal dia berkata :
“Sekarang ini yg mempunyai ilmu adalah Syeh Muhammad Ar Romli yg istrinya hari ini masuk ke pemadian air panas dengan membayar 25 riyal dan tidak mengizinkan seorangpun untuk masuk kesana. Lalu mana ilmumu ? sudah fakir, kesulitan, susah payah sendiri dan tidak mendapat sesuatupun dari ilmumu !
Ambillah uangmu yg kau kumpulkan berhari-hari ini !”

Ketika Syeh Ibnu Hajar mendengar ucapan istrinya, beliau berkata :
” Aku ini tidak menghendaki dunia dan ridlo atas apa yg Allah tetapkan kepadaku di dalamnya , sedangkan engkau jika menginginkan dunia, mari kita ke sumur zam-zam .”

Keduanya pergi kesumur zamzam, ketika sampai disana, Syeh menimba sekali, ternyata satu timba isinya penuh dengan uang dinar.
beliau berkata : “apakah segini cukup ?”
istrinya berkata : “kurang.”
Syeh menimba utk kedua kalinya, ternyata isinya penuh dengan uang dinar lagi.
beliau berkata : “apakah segini cukup?”
istrinya berkata : “aku ingin tiga timba.”
Syeh menimba utk yg ketiga kalinya dan isinya juga sama dengan sebelumnya.

Syeh Ibnu Hajar berkata kepada istrinya :
” Aku suka keadaan fakir berdasarkan pilihanku sendiri, kupilih untuk diriku sendiri apa yg ada di sisi Allah, adapun dunia maka semuanya sama bagiku, dunia lewat, umurnya pendek dan kehidupannya hina.
dan sekarang ini aku punya dua pilihan untukmu :
1. kembalikan semua uang emas ini ke dalam sumur zam-zam dan engkau masih bersamaku, atau
2. kau bawa semua uang emas ini, kau pulang kerumah keluargamu dan kau ambil talakmu dariku, karena aku tidak menginginkan dunia. ”

Istrinya berkata :
” Bagaimana kalau kita nikmati saja semua uang ini seperti yg dilakukan oleh orang-orang .”
Syeh berkata : ” Tidak mau.”
Istrinya berkata : ” Bagaimana kalau kita kembalikan satu timba saja ke dalam sumur .”
Syeh berkata : ” Tidak mau.”
Istrinya bekata : ” Bagaimana kalau kita kembalikan dua timba dan yg satu timba kita simpan.”
Syeh berkata : “Tidak mau.”
Istrinya berkata : ” kita ambil satu dinar saja untuk bersenang-senang hari ini.”
Syeh berkata : “Tidak mau, kau kembalikan semua emasnya ke dalam sumur atau kau ambil semuanya, bawa pulang ke rumah keluargamu dan ambil talakmu.”

Istrinya berkata :
“kita kembalikan semuanya ke dalam sumur, aku tidak ingin berpisah denganmu karena kita sudah bersama-sama selama bertahun-tahun.
engkau telah memperlihatkan karomah ini dan kita berpisah di hari ini ? tidak mau, aku memilih untuk bersabar saja .”

Wallohu a’lam.

*(Tuhfatul Asyrof)*

Kaidah Sunnah

النفل أوسع من الفرض
Sunnah itu telah longgar/ luas daripada fardhu

Suatu perbuatan yang disyari`atkan sebagai perbuatan sunnah, pelaksanaannya lebih longgar daripada perbuatan yang disyari`atkan sebagai perbuatan yang wajib.
Contoh kaidah ;
Oleh karena itu dalam shalat sunnah, tidak wajib dengan berdiri, tidak wajib menghadap kiblat bila dilakukan dalam perjalanan, tidak wajib memperbaharui tayamum dalam beberapa shalat, tidak wajib niat puasa sunah dimalam hari dll.

Semoga bermanfaat

Kisah Nabi Uzair

KISAH SEORANG PRIA YANG MELEWATI SEBUAH NEGERI
Kisah ini disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat: 259
أَوْ كَالَّذِي مَرَّ عَلَى قَرْيَةٍ وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا قَالَ أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللَّهُ بَعْدَ مَوْتِهَا فَأَمَاتَهُ اللَّهُ مِئَةَ عَامٍ ثُمَّ بَعَثَهُ قَالَ كَمْ لَبِثْتَ قَالَ لَبِثْتُ يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ قَالَ بَلْ لَبِثْتَ مِئَةَ عَامٍ فَانْظُرْ إِلَى طَعَامِكَ وَشَرَابِكَ لَمْ يَتَسَنَّهْ وَانْظُرْ إِلَى حِمَارِكَ وَلِنَجْعَلَكَ آَيَةً لِلنَّاسِ وَانْظُرْ إِلَى الْعِظَامِ كَيْفَ نُنْشِزُهَا ثُمَّ نَكْسُوهَا لَحْمًا فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ قَالَ أَعْلَمُ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Artinya: “Atau Apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: “Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?” ia menjawab: “Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari.” Allah berfirman: “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.” Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Dalam versi israiliyat ayat di atas dikisahkan bahwa, pria yang melewati sebuah negeri itu adalah Uzair, sedangkan tempat tersebut adalah Baitul Maqdis setelah dihancurkan oleh Bakhtanshir yang mengusir bangsa Yahudi dari wilayah tersebut ke daerah Babilonia.
As-Suyuthi meriwayatkan dalam kitab ad-Durrul Mantsur dari ibnu Abbas, Ka’ab al-Ahbar, al-Hasan al- Bashri dan Wahb bin Munabbih mereka berkata, “ Uzair adaalah seorang hamba yang shaleh. Suatu hari, ia memeriksa ladangnya, kemudian sampailah ia pada tempat reruntuhan dan puing-puing bangunan baitul maqdis. Tepat pada tengah hari, ia merasakan terik yang amat sangat, kemudian ia berteduh memasuki reruntuhan itu seraya mengendarai keledainya. Lalu ia turun dari keledainya sambil membawa sekantung buah tin dan anggur, kemudian berteduhlah ia dibawah naungan reruntuhan itu.
Sambil berbaring terlentang, isa memandangi atap rumah reruntuhan itu dan memperhatikan segala yang ada di sana. Atap itu masih tegap di atas tiang-tiangnya, sedangkan para penghuninya telah binasa. Kemudian matanya bertumbuk pada tulang belulang yang usang. Ia bergumam. “bagaimana Allah dapat menghidupkan kembali tulang-tulang itu sesudah dimusnahkan?” padahal, ia tidak sedikitpun meragukan bahwa Allah Maha Kuasa menghidupkan kembali tulang-belulang itu, dan perkataan itu hanya karena takjub. Lalu Allah mengutus malaikat maut untuk mencabut ruhnya dan Allah mewafatkannya selama seratus tahun.
Setelah berlalu seratus tahun-selama itu terjadilah berbagai hal dan peristiwa di kalangan Bani Israel. Allah mengutus kepadanya seorang malaikat. Diciptakan-Nya hatinya agar berfikir juga kedua matanya agar dapat melihat. Lalu ia mulai berfikir dan memahamai bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati. Kemudian mulailah Allah menyusun penciptaannya sementara ia menyaksikan semua proses penyusunan kembali penciptaan tersebut. Lalu Allah melapisi tulang-belulangnya dengan daging dan kulit, kemudian ditiupkan kepadanya roh. Semua proses kejadian tersebut ia saksikan dan ia pahami.
Kemudian ia bangun dan terduduk. Malaikatpun bertanya kepadanya, “berapa lamanya engkau diam di sini?” dia menjawab, “aku tinggal di sini sehari.” Jawaban itu terlontar karena sebelum diwafatkan, dia tertidur pada waktu tengah hari ketika matahari begitu menyengat dan dibangkitkan pada waktu sore hari ketika matahari belum tenggelam, “atau setengah hari karena belum aku lalui hari ini sepenuhnya.”
Malaikat itu mengatakan kepadanya, “tetapi engkau telah tinggal selama seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu!” yaitu roti kering dan sari buah yang telah dibuatnya dalam mangkuk, keduanya belum berubah dari keadaan semula. Itulah yang dimaksud dengan firman-Nya, “Lam yatasannah” yang berarti tidak berubah.
Melihat itu semua seolah-olah hatinya tidak yakin. Lalu malaikatpun berkata kepadanya, ”kamu tidak percaya pada apa yang aku katakan? Lihatlah keledaimu! “maka ia memandang keledainya yang sudah hancur berantakan tulang-belulangnya dan hanya tinggal fosil-fosilnya. Kemudian malaikat itu memanggil tulang-belulang keledai tersebut, lalu merekapun menjawab dan datang dari segala penjuru. Malaikat pun menyusunnya kembali sementara Uzair menyaksikannya. Kemudian tulang-belulang itu dibalut dengan urat-urat nadi dan syaraf lalu dibungkusnya dengan daging. Kemudian ia menumbuhkan padanya kulit dan rambut lalu meniupkan roh kepadanya. Dengan serta merta binatang itu berdiri menegakkan kepala dan kedua telinganya, mengangkat ke langit sambil meringkik.
Lalu ia menaiki keledainya dan bertolak menuju tempat asalnya. Setibanya di sana, kaumnya tidak mengenalinya dan ia pun tidak mengenali kaumnya. Ia juga tidak mengnali rumah-rumah tempat asalnya. Maka barulah ia dengan penuh perasaan gamang dan bimbang. Sampai akhirnya ia tiba di rumahnya dan bertemu dengan seorang wanita tua buta dan lumpuh. Wanita itu telah berusia seratus dua puluh tahun. Wanita itu dulunya seorang budak. Ketika Uzair pergi meninggalkan kaumnya seratus tahu yang lalu, budak itu masih berusia dua puluh tahun, ia mengnali dan memahami Uzair dengan baik.
Lalu Uzair pun menghampiri dan menyapanya, “hai wanita tua apakah ini temapt tinggal Uzair?”
Wanita itu menjawab, “ya!” lalu ia menagis dan berkata, “tak seorang pun kulihat sejak sekian lama menyebut Uzair. Semua orang telah melupakannya!”
Uzair berkata, “sungguh sayalah Uzair!” wanita itu berpekik maha Suci Allah! Kami telah kehilangan Uzair seratus tahu lamanya. Namanya tidak pernah lagi disebut-sebut!”
Wanita itu berkata, “Uzair adalah seorang yang selalu dikabulkan do’anya. Ia terbiasa mendokan orang yang sakit dan cacat, supaya disembuhkan dan normal kembali. Maka berdo’alah kamu kepada Allah agar Ia mengembalikan kembali penglihatannku, dan aku dapat melihatmu. Jika engkau memang benar-benar Uzair, aku pasti mengenalimu.”
Maka Uzair pun berdo’a kepada Tuhannya, kemudian mengusap mata wanita itu dengan telapak tangannya. Lalu wanita itu mengedip-ngedipkan dan dapat melihat. Uzair pun memegangi tangan wanita itu dan membimbingnya sambil berkata, “bangunlah dengan izin Allah!” maka Allah menyembuhkan kelumpuhan kakinya. Wanita itpun dapat berdiri normal, seakan-akan ia terbebas dari belenggu.
Kemudian wanita itu memperhatikan Uzair dan berkata setengah terpekik, “aku menjadi saksi bahwa engkau benar-benar Uzair!” Lalu bergegaslah wanita itu ketempat berkumpulnya Bani Isarail. Ketika itu mereka sedang mengadakan pertemuan. Salah seorang dari mereka adalah putera Uzair. Ia kini berusia seratus delapan belas tahun. Disekelilingnya adalah cucu-cucu Uzair yang telah tua pula usianya.
Wanita itu berkata kepada mereka dengan suara lantang, “ini adalah Uzair! Ia telah datang kepada kalian!” namun mereka mendustakannya. Wanita itu berkata lagi “aku ini budak akalian! Si fulanah! Uzair telah berdo’a kepada Tuhannya untukku, lalu Tuhan berkenan mengembalikan penglihatannku dan memulihkan kakiku. Ia mengaku bahwa Allah telah mewafatkannya selama seratus tahun, kemudian dihidupkan kemabali.
Maka bangkitlah semua orang yang hadir dalam pertemuan itu, lalu menhampirin Uzair. Putranya memandanginya seraya berkata, “ayahku memiliki tanda hitam di antara kedua pundaknya. “Lalu Uzair menyingkap pakaian yang menutupi pundaknya, nayatalah bahwa ia memang Uzair.
Lalu bani israel berkata, tak seorangpun di antara kalian yang hafal kitab Taurat selain Uzair, padahal kitab itu telah dibakar oleh Bactanashir. Tidak tersisa sedikit pun kecuali apa yang engkau perintahkan orang-orang untuk menghafalnya, maka tulislah kemabali Taurat untuk kami!”
Konon, dulu ayah Uzair Surucha, telah mengubur kitab Taurat ketika terjadi pernyerbuan Bactanashir di tempat yang tidak diketahui seorang pun kecuali Uzair. Maka bertolaklah Uzair ketempat tersebut, menggalinya dan mengeluarkan kitab Taurat itu. Kitab Taurat tersebut halamannya telah usang dan rusak, tulisannya pun telah rusak dan pudar.
Kemudian ia pun duduk di bawah naungan pohon, sedang bani israil berada di sekelilingnya, lalu diperbaharuinya kitab Taurat tersebut untuk mereka. Pada saat itu turunlah duan buah pijar benda langit sampai memasuki rongga mulutnya. seketika ia ingat kembali isi kitab Taurat. Maka ia dapat menuliskannya kembali kitab Taurat untuk bani israil.
Karena itulah kaum yahudi mengatakan, “Uzair putra Allah!” sebagai ungkapan ketakjuban mereka setelah melihat keajaiban jatuhnya dua buah benda pijar langit tadi, juga diperbaharuinya kembali kitab Taurat dan kembalinya Uzair kepada mereka, untuk mengurusi persoalan bani israil. Konon, Uzair memperbaharui kembali kitab tersebut di daerah yang bernama as-Sawad, di biara Hizkil. Sementara itu, negeri tempat ia wafat bernama Sabir Abad.
Israiliyyat dalam kisah ini menurut Imam Jabir ath-Thabari, kita sama sekali tidak mengetahui nama laki-laki tersebut. Bisa jadi namanya Uzair atau Urmiya, namun kita sama sekali tidak perlu mengetahui nama itu, karena maksud ayat tersebut bukanlah memberikan definisi tentang apa yang diciptakan Allah dalam kisah tersebut, melainkan memberikan pemahaman kondisi orang-orang yang mengingkari kekuasaan Allah swt untuk menghidupkan kemabali ciptaan yang telah mati, mengembalikan mereka kepada bentuk semula setelah binasa, dan hanya ditangan Allah lah hidup matinya manusia. Baik dari kalangan Quraisy maupun bangsa Arab yang telah mendustakannya, juga memberikan penegasan argumentasi tentang hal itu terhadap orang-orang yang tinggal di antara dua temapt hijrah Rasul saw. Mulai dari daerah Buhudi bani Isarail.
Seandainya turunnya ayat tentang kisah tersebut bertujuan memberikan kabar tentang nama laki-lakin tersebut, tentu akan tercantum nash yang jelas di dalamnya, yang tidak menimbulkan keraguan. Namun, pada kenyataannya, ayat tersebut hanya bermaksud mengkritik ungkapan yang keluar dari mulut laki-laki itu. Karena itulah Allah menyebutkan kisah ini dalam al-Qur’an.

#kiasah israiliyyat

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Atas ↑